Kabar di media mengatakan bahwa Riezky sampai dibentak-bentak Hasto. Hasto emosi, begitu pun Riezky. Intinya Reizky menolak untuk mundur sebagai anggota DPR untuk digantikan Harun Masiku. Lalu terjadi surat-menyurat PDIP ke KPU ditanda-tangani juga oleh Megawati sebagai Ketua Umum PDIP.
Juga soal fatwa dari MA (Mahkamah Agung), pemberitaan Kompas.com 14 Maret 2025 menyebutkan bahwa “Harun Masiku Terima Fatwa MA di Ruang Kerja Ketua MA Hatta Ali”. Harun Masiku berada di ruang kerja Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali pada 24 September 2019. Saat itu, MA tengah menerbitkan Surat Nomor 37/Tuaka/TUN/2019 yang menyatakan, kewenangan penetapan suara calon anggota legislatif yang meninggal dunia diserahkan kepada pimpinan partai politik untuk diberikan kepada calon terbaik.
Rupanya terjadi perbedaan pandangan antara DPP PDIP yang melihat Harun Masiku sebagai calon terbaik untuk menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Sedangkan KPU tetap berpegang pada Undang-Undang bahwa yang dimaksud dengan “calon terbaik” itu adalah yang memperoelh suara terbanyak kedua, yaitu Riezky Aprilia.
Cerita selanjutnya kita sudah tahu, dalam upaya memperlancar proses Harun ke Senayan ada uang suap (pelicin) yang akhirnya membuat Wahyu Setiawan (mantan Komisioner KPU) dan Agustiani Tio Fridelina (kader PDIP) mesti mendekam di penjara. Prahara PTIK janganlah dilupakan, ini yang membuat beberapa penyidik KPK “di-bully” disana.
Kambali ke Riezky Aprilia yang akhirnya bisa dihadirkan sebagai saksi dalam sidang Hasto kali ini. Kita tahu bahwa Riezky Aprilia ini adalah caleg PDIP yang akhirnya sudah dilantik sebagai anggota DPR, tapi hendak di PAW (Pergantian Antar Waktu) dan digantikan Harun Masiku yang perolehan suaranya jauh dibawah.
Sebelumnya (artinya sebelum pelantikan) pun Riezky sudah diminta mundur, katanya ia diberitahu bahwa ini adalah perintah partai. Tapi Riezky menolak sebelum mendengar sendiri perintah itu dari Ibu Megawati. Tim Pembela Hasto mengklaim statement ini telah mencatut nama Megawati. Ya kita lihat saja perkembangan kasusnya.
Apa sebab musababnya ia mau digantikan Harun, Riezky mengaku tidak tahu mengapa. Mungkin nanti Hasto bisa menjelaskan di sidang lanjutan apa alasannya Riezky mau diganti oleh Harun. Supaya motif-motif yang melatar belakangi kasus ini terbuka lebar. Bakal seru.
Siapa tahu dalam perjalanan sidang kasus ini, Harun Masiku pun bisa dimunculkan sebagai saksi, yah siapa tahu. Mudah-mudahan saja ya, kita doakan bersama. Kabar burung yang berkicau bilang Harun Masiku ada kok di sekitaran Jakarta, tapi burung itu sudah tidak mau berkicau lagi. Walahuallam.
Kita pantau saja dengan sabar, bagaimana sidang mengonfirmasi ulang fakta-fakta persidangan yang lampau, sampai akhirnya munculnya fakta-fakta persidangan yang baru.
Walau tim pembela hukum Hasto bersikeras bahwa tidak ada fakta persidangan yang baru. Kalau pun ada, itu pun dianggapnya tidak relevan. Namanya tim pembela Hasto ya semestinyalah begitu. Apa pun fakta baru yang muncul mesti ditafsirkan demi keuntungan posisi kliennya.
Tapi titik perhatian kita kali ini adalah juga soal teknik kampanye atau agitasi atau jelasnya propaganda ala Hasto dan timnya untuk memosisikan kasus ini sebagai “kriminalisasi”, fakta-fakta hukum yang di “daur ulang” alias tak ada fakta baru, lalu “politisasi hukum” sampai ke status Hasto sekarang yang mengaku dirinya sebagai “tahanan politik”. Itu semua teknik komunikasi politik.
Kata-kata yang diulang-ulang adalah: kriminalisasi, daur ulang, politisasi hukum, dan tahanan politik. Kata-kata ini perlu diulang-ulang terus oleh Hasto dan timnya demi membengkokan fakta bahwa kasus ini yang sejatinya bukanlah suatu upaya kriminalisasi, karena ada pasal-pasal dakwaannya. Dan pasal-pasal itu sedang dalam proses pembuktikannya di pengadilan.
Dan yang paling dicemaskan adalah munculnya saksi-saksi baru (macam Riezky Aprilia yang bisa mengungkapkan fakta-fakta baru) yang bisa memojokkan Hasto (dan juga atasannya alias ketua umum Megawati nantinya). Apalagi kalau sampai Harun Masiku sendiri yang duduk di kursi saksi.
Komentar