Maka dilancarkanlah propaganda frasa “kriminalisasi”, “daur ulang”, “politisasi hukum”, dan “tahanan politik”. Terus mesti menerus diulang-ulang. Kebohongan yang diulang terus menerus bakal diterima oleh khalayak sebagai kebenaran, begitu ajaran Joseph Goebels, sang menteri propaganda Adolf Hitler.
Ini sebetulnya adalah bentuk perang kognisi (cognitive warfare). Perang kognisi adalah suatu bentuk konflik yang menyasar pikiran manusia untuk mempengaruhi sikap dan perilakunya (cognitive warfare is a form of conflict that targets the human mind to influence attitudes and behaviors) begitulah per definisi.
Perang model ini memang tidak berdarah-darah seperti perang konvensional. Tapi perang kognisi ini bisa meluas kemana-mana, artinya melebar dan memanjang sekaligus. Kita tahu rumus panjang kali lebar itu sama dengan luas.
Melebar ke segala arah, melibatkan banyak isu dan banyak aktor. Memanjang dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan, bahkan kalau perlu tahun ke tahun. Tempatnya pun bisa merembet ke kota yang satu ke kota yang lain, medianya beragam.
Aktor-aktornya pun bisa bertambah, “everybody jumps in to the bandwagon”, ikut meramaikan, ikut mengacaukan suasana. Memang itu yang dituju para aktor-intelektual yang mula-mula. Terjadi multiplikasi ke segala penjuru. Suasana jadi kaotik.
Perang kognitif ini jadi semacam perang semesta yang berlarut-larut, yang nota bene tidak bisa dihadapi dengan sekedar klarifikasi atau press-conference yang reaktif. Perang model begini harus dihadapi dengan Strategi Komunikasi yang sifatnya komprehensif-antisipatif.
Dunia persepakbolaan mengenal strategi “total-football” dimana pertahanan terbaik adalah dengan menyerang. Komunikasi politik dan strategi positioning yang tepat perlu dirumuskan dengan komprehensif. Bukan sekedar jubir yang ber-acting di depan wartawan, itu hanya bagian dari grand-strategy yang dirancang di belakang layar.
Total football melibatkan multi-players dan multi-channels. “It involves influencing, protecting, or disrupting cognition to gain an advantage over an adversary”. Ini termasuk memengaruhi, melindungi atau mendisrupsi kognisi untuk mendapatkan keuntungan atas lawan-lawannya.
Komentar