Satyameva Jayate, Kebenaran yang Sejati Pasti Menang, Bukan yang Difabrikasi Hasto

Oleh: Andre Vincent Wenas

Satyameva Jayate, kebenaran akan menemukan jalannya sendiri, bisa dimaknai bahwa kebenaran pasti menang. Dari teks asli – yang dicuplik sebagian – dari naskah Hindu Kuno, Mundaka Upanishad, terjemahannya begini:

“Hanya kebenaran yang Berjaya, bukan kepalsuan. Melalui jalan kebenaran Ilahi. Orang bijak yang benar-benar keinginannya terpenuhi. Yang bisa mencapai harta tertinggi dimana kebenaran berada.” (Satyameva jayate nānṛtaṁ. Satyena panthā vitato devayānaḥ. Yenākramantyṛṣayo hyāptakāmā. Yatra tat satyasya paramaṁ nidhānam)

Alkisah perlambang tersebut ada di Hulu Tiang Singa Asoka yang didirikan sekitar tahun 250 SM di Sarnath, dekat Varanasi di negara bagian utara India Uttar Pradesh. Setelah kemerdekaan, mantra tersebut diadopsi sebagai semboyan nasional India. Mantra ‘’Satyameva Jayate” tersebut dicantumkan pula pada lambang nasional dan di mata uang India.

Mantra Hindu Kuno ini diadopsi oleh Hasto Kristiyanto dan partainya. Hasto sering mengucapkannya dengan lantang akhir-akhir ini. Kita pun ikut-ikutan mendaraskannya sebagai doa solidaritas kepada mereka yang benar-benar ingin mencari kebenaran.

Kita setuju denan mantra itu. Benar, kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Teristimewa di kasus Harun Masiku yang sejak 2019 sampai sekarang tahun 2025 perlu enam tahun lebih kebenaran itu terseok-seok sampai akhirnya menemukan forum untuk tampil ke permukaan.

Sekarang drama itu malah jadi tontonan publik berjudul “Sidang Hasto”. Kasus Harun Masiku bermetamorfosa jadi Sidang Hasto. Dulu kita bertanya-tanya apa pentingnya orang bernama Harun Masiku sampai Hasto mesti memperjuangkannya jadi anggota DPR mewakili PDIP? Lalu narasi di publik menjelaskan bahwa ada kepentingan “soal barter” perkara lantaran Harun Masiku itu “orang dekat” Ketua Mahkamah Agung waktu itu.

Buat barter soal apaan? Katanya terkait BLBI. BLBI itu bukan “BliBli” yang toko online, bukan… bukan itu, tapi kependekan dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Cerita itu terjadinya disekitaran masa kepresidenan Megawati atau paling tidak terkait dengan urusan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) serta Surat Keterangan Lunas (SKL) yang diterbitkan Megawati, konon begitu hikayatnya.

Cerita persisnya kita tunggu saja kalau-kalau dari “Kasus Harun Masiku” yang telah bergeser jadi “Sidang Hasto” sekarang ini terus berlanjut jadi “Mengungkap Skandal Atasan Hasto”. Kita doakan saja dengan terus mendaraskan mantra sakti “Satyameva jayate”, kebenaran akan menemukan jalannya sendiri, dan kebenaran pasti menang.

Sementara itu di tengah-tengah rentetan kasus Harun-Hasto dan nanti “Skandal Atasan Hasto” terbongkar pula kasus mafia migas di Pertamina, lalu berbagai skandal di Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang bisa menyeret banyak kepala daerah. Bakalan ramai.

Komentar