Oleh: Andre Vincent Wenas
Super holding Danantara adalah untuk “Bagaimana mengelola perusahaan-perusahaan yang ada untuk menjadi world-class, dan mengelola dividend dengan baik.” Maksudnya ‘baik’ itu apa? “IRR focus dan Risk Management.” (Pernyataan Pandu Patria Sjahrir dalam wawancara dengan Akbar Faizal, Februari 2025)
Dari statement Pandu di atas, ada tiga hal yang perlu kita sedikit ulas. Pertama soal pengertian ‘world-class’, lalu kedua soal IRR focus dan ketiga soal Risk Management.
Pertama, world-class company. Benchmark-nya adalah Temasek (Singapura) dan ADQ atau The Abu Dhabi Developmental Holding Company (Uni Emirat Arab).
Benchmark pertama Temasek. Ini adalah sebuah perusahaan investasi global yang didirikan pemerintah Singapura sejak setengah abad yang lalu, tepatnya tahun 1974. Temasek beroperasi secara independen dengan pendekatan bisnis professional.
Temasek menjalankan operasi pengelolaan aset negara berdasarkan prinsip komersial, juga melakukan investasi di beragam sektor, seperti teknologi, keuangan, telekomunikasi, hingga energi. Ekspansi ke luar negeri dalam bentuk portofolio investasi kepemilikan saham di Telkomsel melalui Singapore Telecom Mobile (Singtel).
Strategi investasi Temasek dilakukan dengan sangat agresif, namun manajemennya sangat transparan. Sehingga super-holding ini pun kerap menjadi acuan bagi banyak negara dalam membangun super holding, termasuk oleh Indonesia saat ini.
Besaran aset Temasek per 31 Maret 2024, nilai portofolio bersih mencapai Sin $ 389 miliar atau sekitar 4.000 triliun rupiah. Jika termasuk unlisted assets (aset yang belum tercatat di pasar) total portofolionya diperkirakan mencapai Sin $ 420 miliar atau sekitar 5.000 triliun rupiah.
Bauran portofolio Temasek berada di sektor-sektor yang strategis seperti keuangan, energi, kesehatan, sampai ke artificial-intelligence (kecerdasan buatan). Jaringan bisnis globalnya merambah ke 9 negara.
Benchmark kedua adalah ADQ atau The Abu Dhabi Developmental Holding Company yang eksis sejak tahun 2018, kemudian melakukan re-branding tahun 2020. Ini sebuah badan pengelola Sovereign Wealth Fund milik negara yang justru low-pofile.
Akronimnya ADDH, saat ini kabarnya sudah menjadi salah satu dari Top 10 Sovereign Fund di dunia. Tercatat pada tahun 2023 total aset ADQ mencapai US $ 159 miliar atau hampir 2.600 triliun rupiah.
Temasek dan ADQ adalah badan usaha investasi (jadi Perusahaan), bandingkan dengan dua Perusahaan ini dengan APBN Indonesia yang 3.600 triliun. Temasek asetnya 4.000 triliun dan ADQ yang 2.600 trilun. Dua Perusahaan ini sangat raksasa.
Bagaimana pengelolaannya? Transparansi jadi kata kuncinya. IRR atau Internal Rate of Return dan Risk Management (manajemen resiko) adalah kiat pengelolaannya, seperti diutarakan Pandu Patria Sjahrir tadi.
Internal Rate of Return (IRR) adalah indikator dalam manajemen keuangan yang digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian modal yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha.
Jika usaha itu nilai IRR-nya yang lebih besar dibandingkan dengan bunga pinjaman atau kredit bank, maka usaha tersebut layak untuk diberi pinjaman. Sebaliknya, jika IRR-nya lebih kecil dari bunga kredit bank, maka usaha tersebut tidak layak diberi kredit.
Artinya, IRR adalah indikator keuangan yang sangat penting untuk menganalisis kesuksesan suatu usaha ke depan. Untuk mengukur suatu usaha atau bisnis apakah bakal berhasil dapat laba nantinya.
Jadi dalam hal ini nilai IRR adalah sebagai tolok ukur investasi.
Rumus Internal Rate of Return adalah IRR = (Laba usaha : Modal sendiri) x 100%. Begitu prinsip umumnya. Perhitungan cara lain yang melibatkan Net Present Value (NPV) biarlah orang perbankan yang menghitungnya.
Komentar