Herudjanto dari Dewan Pers dengan tegas menyebut bahwa media tidak berbadan hukum adalah entitas ilegal. Wartawannya tidak bisa disebut jurnalis, dan tidak dilindungi UU Pers. Jika mereka menulis berita yang merugikan orang lain, maka harus diproses secara hukum umum. Ini adalah pesan penting bagi aparat penegak hukum: jangan ragu menindak media ilegal, karena mereka bukan bagian dari pers yang sah.
Sikap tegas ini penting agar profesi jurnalis tidak menjadi pelarian bagi para pemeras atau penyebar kebencian. Wartawan bukan tukang teror. Pers bukan senjata politik. Kepercayaan publik harus dibangun lewat legalitas, profesionalitas, dan integritas.
Literasi Pers dan Filter Sosial
Di sisi lain, edukasi kepada masyarakat juga tidak kalah penting. Dewan Pers dan organisasi profesi harus aktif mengkampanyekan literasi media: ajarkan publik cara membedakan media profesional dengan media bodong. Jangan biarkan setiap orang yang punya website atau akun Instagram mengklaim diri sebagai jurnalis.
Sama halnya, pemilik media juga harus bertanggung jawab. Jangan sembarangan merekrut “kontributor” hanya karena mereka punya kamera atau aktif di media sosial. Wartawan harus melalui proses pelatihan, uji kompetensi, dan memahami hukum pers serta Kode Etik Jurnalistik. Media harus memiliki redaksi yang jelas, sistem editing yang ketat, dan SOP editorial yang terstruktur. Tanpa itu, reputasi mereka akan cepat runtuh di tengah tsunami informasi.
Tantangan AI dan Tanggung Jawab Jurnalis Masa Kini
Kita juga tidak bisa menutup mata pada tantangan baru yang dibawa oleh AI. Ketika teknologi bisa menulis, mengedit, bahkan “berpikir”, maka peran jurnalis manusia justru menjadi semakin penting—bukan untuk bersaing dalam kecepatan, tapi dalam memastikan akurasi, konteks, dan integritas informasi.
AI bisa menjadi alat bantu, tapi bukan pengganti etika. Jurnalis tetap harus menjadi penjaga gerbang informasi (gatekeeper), kurator fakta, dan pengawal nilai-nilai publik. Dalam dunia yang penuh manipulasi, peran ini menjadi lebih vital dari sebelumnya.
Kembalikan Marwah Pers sebagai Pilar Demokrasi
Di tengah badai informasi, kita harus kembali ke akar: pers bukan sekadar industri berita, tapi institusi demokrasi. Wartawan bukan sekadar penulis, tapi penjaga nurani publik. Maka, menjaga marwah pers bukan tugas satu-dua orang, tapi tanggung jawab kolektif bangsa ini.
Beberapa langkah mendesak yang harus kita ambil:
- Menindak tegas media ilegal dan wartawan abal-abal.
- Mendorong legalisasi dan profesionalisasi semua media daring.
- Memastikan setiap wartawan memiliki sertifikasi kompetensi dan pelatihan etika.
- Mengembangkan program literasi pers nasional untuk masyarakat.
- Memperkuat pengawasan internal dalam media massa.
- Mendorong regulasi AI di bidang media agar tidak dimanfaatkan untuk disinformasi.
- Membangun kolaborasi strategis antara pemerintah, media, masyarakat sipil, dan platform teknologi.
Komentar