Kisah Sari Kleruk ke Tim JKW-PWI, Dokter dan Bikers yang Keliling Indonesia Seorang Diri

JurnalPatroliNews – NTT,- Tim JKW-PWI, terdiri dari Indrawan Ibonk, Sonny Wibisono, Aji Tunang Pratama dan Yanni Krishnayanni mengunjungi provinsi ke-25 penjelajahan, yakni Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Masuk dari Labuan Bajo dan menyusuri seribu tikungan yang sangat dikenal dan menjadi surga para bikers hingga titik ujung di Larantuka. 

Dari Larantuka tim menggunakan kapal ferry menuju Kupang.

Jauh sebelumnya, Yanni Krishnayanni telah berkenalan dengan dokter Sari Kleruk melalui media sosial dan telah berjanji bertemu. Selain berprofesi sebagai dokter, Sari juga telah menyelesaikan keliling Indonesia seorang diri baru-baru ini. 

Tim kemudian tiba di Larantuka pada Senin (28/2) dan disambut langsung dokter Sari yang menyediakan tempat menginap di salah satu kediaman keluarganya yang biasa digunakan untuk menerima teman-teman bikers dari manapun. 

“Perkenalkan ini dokter Dawar, kakak saya, kebetulan cuti habis operasi otot ligamen, sebetulnya tinggal di Aceh sedang kuliah mengambil spesialis bedah di sana,” ucap Sari sambil memperkenalkan pada tim JKW-PWI.

Pada malam ke-2, dokter Sari datang membawa kompor, dandang, bumbu juga sekantung plastik besar berisi kerang untuk makan malam.

Selain itu, hadir juga 3 orang laki-laki yang semuanya berprofesi sebagai dokter, mereka teman Sari Kleruk yang bertugas di rumah sakit Larantuka. 

Ayah, ibu, adik-adik dan Kania (buah hati dokter Sari) ikut hadir. Suasana menjadi semakin hangat di antara para dokter dan keluarga dokter ini.

Sonny berbincang-bincang dengan 3  dokter teman Sari, Ibonk dan Aji bercengkerama dengan Ayah Sari, sedangkan Yanni ngobrol berdua dengan dokter Sari sambil menunggu kerang matang. 

Yanni minta dokter Sari berbagi pengalaman selama perjalanan keliling Indonesia seorang diri yang baru saja diselesaikannya.

Wardani Sesaria Kleruk, lebih dikenal dengan sapaan dokter Sari Kleruk, lulusan Fakultas Kedokteran UMJ angkatan 2005 adalah perempuan yang lahir di Makassar, tinggal di Larantuka Flores, NTT. 

“Karena saya tinggal di Larantuka, perjalanan saya mulai dari Sumbawa, lalu ke Jawa, dari Jakarta saya menyeberang ke Sumatra hingga titik nol Sabang dan kembali ke Banda Aceh, saat itu pas Lebaran. Saya memulai perjalanan pada saat puasa pada April 2021, setelahnya melanjutkan ke Medan dan turun terus menuju Jakarta lagi, dari Tanjung Priok saya menyeberang menuju Pontianak,” cerita Sari dengan senyum khasnya sambil memulai ceritanya. 

“Saya singgah sebentar di Tugu Khatulistiwa, lalu melanjutkan perjalanan hingga Sebatik, menyeberang ke Sulawesi lewat Nunukan, di Kalimantan ada kejadian menyedihkan, karena jalan banyak berlubang, tidak terasa bahwa side bag saya jatuh, saya menyadarinya saat sudah tiba di penginapan, saya coba kembali menyusuri jalan hingga sekitar 30 kilometeran, tapi tidak saya temukan. Pasrah kembali ke penginapan hanya dengan baju di badan. Hahaha, ini pengalaman yang sungguh seru,” tutur Sari dengan wajah tetap gembira ria.

“Apa saja yang hilang dan apa yang Sari lakukan saat menghadapi itu semua?” tanya Yanni

“Semua baju ganti, cinderamata, alat motor, juga alat medis. Yang paling saya sayangkan adalah cinderamata yang diberi orang selama perjalanan,” ujarnya.

“Masuk Sulawesi dari Tolitoli, saya hanya menyusuri bagian atas, karena sudah pernah keliling Sulawesi bersama suami saat masih hidup, suami saya meninggal pada 2 November 2020, pas saat ulang tahun saya, 5 bulan kemudian saya melakukan perjalanan ini, karena keliling Indonesia ini sudah kami rencakan sebelumnya, meski saya sebenarnya tidak yakin dengan kemampuan saya sendiri, karena saya belum pernah motoran dengan jarak yang jauh seorang diri,” lanjut Sari.

“Maafkan, turut berduka. Sari sungguh perempuan hebat dan luar biasa, cinta menambah keberanian dan tekat makin kuat, meski seorang diri tetap menjalaninya dan menyelesaikannya,” ucap Yanni.

“Ya Mbak, tidak apa-apa terima kasih (sambil memegang tangan Yanni, dan melanjutkan ceritanya). Dari Bitung saya ke Ternate, lalu Halmahera lanjut ke Weda. Di Weda saya kirimkan motor via Ferry ke Sorong dan saya kembali ke Ternate,” katanya.

Rencananya, Sari akan terbang ke Sorong, tapi dia kembali mengalami musibah. Dompet dan seluruh isinya hilang. 

“Tidak bisa kemana-mana, ATM pun tidak ada, uang di kantong hanya Rp100 ribu, beruntung saya ditolong seorang teman dan mengirimkan uang lewat teman di Ternate. Akhirnya saya harus terbang ke Larantuka untuk mengurus surat-surat juga kartu perbankan. Satu bulan saya melakukan pengurusan, saat itu saya pergunakan untuk memasukkan lamaran jadi PNS juga, setelahnya baru melanjutkan perjalanan,” kisahnya.

Dari Larantuka Sari akhirnya terbang ke Sorong, total perjalanannya kurang lebih 7 bulan. 

“Saya bahagia bisa menyelesaikan impian kami berdua, saya sudah sampai di titik nol Merauke juga, lega rasanya. Bersyukur tidak ada kejadian yang mengerikan dan menyulitkan selain kehilangan barang dan dompet itu saja,” imbuhnya.

Komentar