Demi Pembangunan Berkelanjutan, Universitas Moestopo Dukung Reformasi Pajak

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pajak memiliki peranan sangat penting bagi pembangunan Indonesia. Sebab selama tiga dekade terakhir telah terjadi perubahan struktur pendapatan negara dari pendapatan sumber daya alam ke penerimaan perpajakan.

Karena itulah, Himpunan Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) berusaha menggali peranan pajak tersebut dalam seminar “Kebijakan Pemerintah Terkait Reformasi Perpajakan Dalam Mewujudkan Pembangunan Melalui Sustainable Development Goals (SDGs).”

Kepala Subdirektorat Dampak Kebijakan Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak, Eureka Putra, S.E., Ak., M.Sc., Ph.D. dalam seminar tersebut menjelaskan bila sampai awal periode 1990an, pendapatan sumber daya alam masih merupakan penopang utama APBN Indonesia.

Namun, seiring dengan penurunan produksi, khususnya komoditas migas, kontribusi penerimaan sumber daya alam semakin melambat. “Saat ini, penerimaan perpajakan berkontribusi lebih dari 70% dalam APBN,” kata Eureka, Kamis (16/3/2023) di Kampus I Universitas Moestopo.

Lebih lanjut Eureka menjelaskan bila ada 4 kelompok utama sumber pendapatan negara. Pada 2022 penerimaan pajak berkontribusi sebesar 1.716,8 triliun, penerimaan kepabeanan menyumbang 317,8 triliun, penerimaan negara bukan pajak sebesar 588,3 triliun, dan hibah mencapai 3,5 triliun.

Pasca pandemi tax ratio menurut Eureka mulai menunjukkan arah pemulihan yang merupakan momentum penting bagi upaya optimalisasi tax ratio dalam jangka pendek – menengah.

Meski begitu, pajak di Indonesia haruslah segera di reformasi baik dari sisi kebijakan maupun administrasi. Secara detail Eureka memaparkan jika secara teoritis, struktur tax gap terdiri dari policy gap dan compliance gap, sedangkan dari sisi policy gap, terdapat faktor expenditure gap (dalam bentuk belanja perpajakan, misalnya pembebasan pajak untuk produk kebutuhan pokok) dan efficiency gap (aturan yang belum optimal).

Ada pula compliance gap yang lebih banyak dipengaruhi faktor administrasi otoritas pajak: collection gap (kemampuan pengumpulan pajak) dan assessment gap (kapasitas pengawasan).

“Salah satu highlights perbaikan regulasi pada program Reformasi Perpajakan terkini adalah UU HPP (Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Tax Reform) yang memiliki tujuan mewujudkan sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel,” lugasnya.

Pada kesempatan yang sama Direktur Eksekutif The PRAKARSA, Ah Maftuchan, memaparkan dengan detail segala macam masalah yang ada di dunia perpajakan Indonesia, mulai dari penurunan tarif PPh Badan tidak tepat, insentif pajak tidak tepat sasaran dan kurang efektif menarik investor, tingginya Illicit Financial Flows dari/ke Indonesia, hingga Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda/P3B (Double Taxation Agreements) yang menjadi celah penghindaran pajak.

Komentar