Badai Mematikan 1991 di Bangladesh: Ketika Alam Mengamuk dan Ribuan Nyawa Terenggut

JurnalPatroliNews – Jakarta –  Pada malam tragis yang berlangsung antara 29 hingga 30 April 1991, Bangladesh dihantam badai siklon dahsyat yang tak hanya mengguncang daratan, tetapi juga meluluhlantakkan kehidupan jutaan orang.

Dikenal sebagai salah satu bencana paling mematikan dalam sejarah modern, gelombang besar yang menyerupai dinding laut menerjang kawasan pesisir, menewaskan lebih dari 140.000 jiwa dan memicu krisis kemanusiaan skala besar.

Bagi Mohammad Kamal, pemuda berusia 21 tahun yang tinggal di daerah pesisir Kutubdia, cuaca ekstrem bukan hal asing. Namun malam itu berbeda. Ketika hujan deras, kilatan petir, dan terjangan angin semakin intens, Kamal sempat tertidur dengan mengunci pintu rumahnya rapat-rapat. Tak disangka, suara menggelegar membangunkannya, dan dari balik jendela, ia melihat air laut mengamuk, siap menerkam pemukiman.

Kamal sempat berlari, namun ombak lebih cepat menyergap. Ia terseret arus, berpegangan pada batang pohon kelapa, dan bertahan selama delapan jam dalam ketakutan. Saat badai mereda, ia kehilangan segalanya—orang tua dan saudara-saudara yang tercinta, hilang tanpa jejak.

Di lokasi lain, Ayesha (25 tahun) juga sedang bergelut dengan ketakutan. Ia membujuk suaminya agar segera mengungsi, namun sang suami ragu. Akhirnya Ayesha memutuskan pindah ke rumah tetangga bersama anak dan ibu mertuanya. Tak lama berselang, gelombang raksasa menghantam bangunan tersebut. Ayesha terseret banjir dan ditemukan beberapa kilometer dari rumahnya. Meski keluarga selamat, trauma mendalam tak pernah hilang.

Bencana ini mencatatkan rekor kelam: sekitar 135.000–145.000 orang tewas, 10 juta penduduk kehilangan rumah, jutaan hektar sawah lenyap, dan satu juta ternak musnah. Krisis pangan dan kelaparan pun menyusul akibat kegagalan panen besar-besaran.

Penelitian “The Bangladesh Cyclone of 1991: Why So Many People Died” mengungkapkan bahwa buruknya sistem peringatan dini dan minimnya kesadaran mitigasi menjadi faktor utama tingginya korban. Dengan kecepatan angin mencapai 240 km/jam, badai membawa gelombang setinggi 4 meter yang menyapu habis pemukiman kumuh di pesisir.

Ketidaksiapan pemerintah dalam menyediakan tempat perlindungan aman, ditambah kemiskinan warga dan informasi yang lambat, menjadikan bencana ini nyaris tak terelakkan. Tragedi itu menjadi pelajaran mahal tentang pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam yang kini kian tak terduga.

Komentar