JurnalPatroliNews – Urusan Nasionalisme tak hanya dimiliki oleh mereka yang berjas dan berdasi di gedung parlemen. Atau dimiliki para prajurit yang selalu siaga menjaga keamanan negeri.
Anak punk yang dikenal dengan gaya urakan, penuh tato dan tindikan di tubuh juga tetap punya rasa Nasionalisme yang besar.
Itulah yang terlihat dari para santri-santri anak punk yang tergabung dalam Pondok Pesantren Tasawuf Underground saat menggelar upacara Hari Kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia, Selasa (17/8).
Dengan penuh semangat dan nasionalisme tinggi, layaknya pasukan pengibar bendera (Paskibra), para santri anak punk di Tasawuf Underground melaksanakan upacara pengibaran bendera Merah Putih di Komplek Ruko Ciputat, Cimanggis, Ciputat, Tangsel.
Tak ada pakaian khusus yang mereka kenakan. Namun, mereka tetap menjalani proses upacara bendera dengan semangat tinggi.
Beberapa kali, pengendara yang melintas meneriakkan kata “Merdeka”, saat proses upacara pengibaran bendera Merah Putih berlangsung.
Pembacaan Proklamasi, Undang-undang Dasar Negara 1945, Pancasila, mengheningkan cipta bagi para pejuang yang gugur pun dilakukan dengan khidmat.
Pimpinan Pondok Pesantren Tasawuf Underground, Halim Ambiya mengatakan, upacara pengibaran bendera dalam rangka HUT ke-76 RI ini pertama kali dilakukan oleh santri-santri Tasawuf Underground.
“Jadi ini untuk pertama kalinya kita bisa mengadakan upacara bendera dalam rangka peringatan HUT ke-76 RI ini,” ujar Halim di lokasi, Selasa (17/8), dikutip Kantor Berita RMOLBanten.
Dijelaskan Halim, tujuan diadakan upacara pengibaran bendera Merah Putih di HUT ke-76 RI adalah untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme kepada para santri.
“Tujuannya agar menumbuhkan sikap Nasionalisme di antara anak punk, anak jalanan. Supaya memahami akar sejarah bangsa ini penting. Selama ini anak punk mengidolakan figur dan tokoh asing di luar sana, dari ideologi musiknya, ideologi pemikirannya, sehingga tercerabut dari akarnya,” paparnya.
“Padahal, pahlawan-pahlawan yang telah mendahului kita, founding fathers ini layak jadi figur panutan. Bayangkan kalau tidak ada para pahlawan seperti Diponegoro, Hasyim Asyari, Ahmad Dahlan, Pattimura, dan sebagainya, tidak akan berdiri republik ini,” tambah Halim.
Lanjut Halim, karakter pemberontak yang ada di tubuh anak punk akan berubah ketika mereka membentangkan Merah Putih dan mengetahui sejarah para pejuang untuk merebut kemerdekaan.
“Nilai pemberontakan itu kan ada di anak punk anak jalanan, tapi itu negatif. Apa yang dilakukan pahlawan kita menginspirasi kita hari ini. Mereka berjuang untuk nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai nasionalisme. Jadi tujuan upacara ini adalah untuk membangkitkan semangat yang dulu tidak ada,” ungkapnya.
Sebelum menjalankan upacara pada hari ini, para santri sudah berlatih pengibaran bendera Merah Putih yang dibantu oleh mahasiswa UIN Jakarta selama dua minggu. Tidak ada kesulitan yang berarti selama proses latihan.
Rasa bangga pun dirasakan Halim setelah para santri mampu melakukan upacara pengibaran bendera dengan sukses, tanpa ada kendala.
“Ya senang, terharu ya, karena ternyata anak-anak kita juga bisa berdisiplin, bisa bersemangat, dan kita berharap mereka juga bisa memahami nilai-nilai nasionalisme,” tandasnya.
Sementara itu, Suhardi alias Jawir yang bertindak sebagai komandan upacara juga mengaku bangga bisa memimpin pengibaran bendera Merah Putih.
“Seneng sih, baru pertama kali. Seumur hidup baru pertama kali nyobain jadi komandan upacara. Seneng banget, bisa ikut upacara,” jelas Jawir.
“Alhamdulillah enggak begitu susah, enggak grogi. Suara lantang emang biasa kenceng. Kalau dulu cuek aja 17-an enggak pernah ngerasain ikut upacara lah. Sama saja kaya hari-hari biasa, enggak ngerasa spesial. Karena sekarang baru kan tuh ternyata 17 Agustus itu bikin semangat,” tegasnya.
(rmol)
Komentar