JurnalPatroliNews – Jakarta – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja mendapat sorotan dari sejumlah kalangan partai politik.
Salah satunya adalah Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang disampaikannya, Senin (2/1/2023) kemarin.
Menurut AHY sendiri, hukum itu dibentuk atau diadakan semata-mata untuk melayani kepentingan masyarakat bukan para elit.
“Perppu No.2/ 2022 tentang Cipta Kerja ini menurut hemat kami tidak sesuai dengan Amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Putusan tersebut menghendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya. Selain terbatasnya pelibatan publik, sejumlah elemen masyarakat sipil juga mengeluhkan terbatasnya akses terhadap materi UU selama proses revisi,” ujar AHY.
Menurutnya proses yang diambil dinilai tidak tepat dan tidak ada argumen kegentingan yang tampak dalam Perppu tersebut.
“Setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, jelas MK meminta perbaikan melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan legitimate. Bukan justru mengganti UU melalui Perppu. Jika alasan penerbitan Perppu harus ada ihwal kegentingan memaksa, maka argumen kegentingan ini tidak tampak di Perppu ini. Bahkan, tidak tampak perbedaan signifikan antara isi Perppu ini dengan materi UU sebelumnya,” jelas AHY.
AHY sendiri menegaskan bahwa keluarnya Perppu Cipta Kerja ini adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif.
“Lagi-lagi, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita menyelesaikan masalah, dengan masalah,” tegas AHY.
AHY juga mengingatkan untuk jangan sampai terjerumus ke da?am lubang yang sama.
“Terbukti, pasca terbitnya Perppu ini, masyarakat dan kaum buruh masih berteriak dan menggugat lagi tentang skema upah minimum, aturan outsourcing, PKWT, aturan PHK, TKA, skema cuti, dan lainnya. Mari terus belajar. Janganlah kita terjerumus ke da?am lubang yang sama,” tutup AHY.
Putusan MK pada 2020 mengamanatkan UU Cipta Kerja inkonstitusional dan harus direvisi dalam waktu dua tahun. Namun kini, bukan revisi yang dilakukan, melainkan Perppu yang dikeluarkan pemerintah agar UU Cipta Kerja tersebut tetap berlaku.