JurnalPatroliNews – Jakarta – Nama Akhmad Ma’ruf Maulana atau yang akrab disapa Haji Ma’ruf kini resmi mengemban amanah sebagai Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) untuk masa bakti 2025–2029. Dalam Musyawarah Nasional IX HKI yang digelar belum lama ini, pengusaha sukses asal Madura itu terpilih secara aklamasi.
Dalam pidato pertamanya, Ma’ruf menegaskan pentingnya sinergi antara HKI dan pemerintah—terutama Kementerian Perindustrian—dalam menciptakan ekosistem industri yang kompetitif dan kondusif di tengah pertumbuhan ekonomi global yang menuntut adaptasi cepat.
Namun di balik figur pengusaha kawasan industri besar, tersimpan kisah panjang penuh perjuangan dari seorang anak kampung yang memulai hidup dari nol.
Dari Cuci Mobil ke Kawasan Industri: Perjalanan Hidup Sang Saudagar
Lahir di Sumenep, Madura pada 4 September 1969, Ma’ruf tumbuh di lingkungan yang sederhana. Hidup dalam budaya yang keras dan religius, ia dibesarkan dari keluarga yang hidup pas-pasan.
Mengadu nasib, ia merantau ke berbagai wilayah, mulai dari Papua hingga Jakarta. Berbagai pekerjaan kasar pernah ia lakoni—jadi buruh cuci mobil, kernet bus, hingga pekerja serabutan. Namun justru dari perjalanan hidup itulah, ia membangun tekad dan prinsip hidup yang teguh.
“Saya tidak pernah ukur hidup dari uang. Saya suka uang, tapi bukan itu tolak ukur keberhasilan saya,” ucapnya kepada media pada Jumat, 20 Juni 2025.
Ia percaya, kesuksesan bukan hak eksklusif bagi segelintir orang. “Kalau orang lain bisa, saya juga harus bisa,” katanya tegas.
Karier bisnisnya dimulai dari pabrik plastik kecil yang lambat laun berkembang menjadi industri. Ketika krisis ekonomi menerpa, ia justru melihat peluang untuk membentuk kawasan industri. Nalurinya membawanya pada keputusan besar: membangun infrastruktur industri yang terintegrasi. Dari situlah, lahir Wiraraja Group—konglomerasi bisnisnya yang kini berpengaruh di sektor industri dan energi nasional.
Transformasi Bisnis, Semangat Filantropi
Kesuksesan tak membuat Ma’ruf lupa daratan. Dalam perjalanan hidupnya, ia sempat berada di titik krisis spiritual. Ia menjual sebagian asetnya untuk mendanai kegiatan sosial, terutama menyantuni anak-anak yatim piatu.
“Dari mereka saya menemukan makna hidup. Saya percaya, rezeki kita ada hak untuk mereka,” ucapnya. Prinsip hidup yang ia pegang kuat: “Jalani apa yang kamu yakini. Jangan lupa usap kepala anak yatim agar kamu berhasil.”
Komentar