Kepercayaan Publik yang Hilang: Urgensi Kredibilitas Komunikasi Pemerintahan Prabowo

Jurnalis senior Budiman Tanuredjo menyoroti pentingnya komunikasi yang berbasis pada mutual respect antara pemerintah dan media. Ia mengingatkan bahwa komunikasi yang baik bukan hanya tentang menyampaikan informasi, tetapi juga tentang membangun pemahaman yang mendalam antara pemerintah dan masyarakat.

“Di era SBY, komunikasi lebih tertata dan menghargai hubungan antara pemerintah dan media. Ketika ada kritik keras dari media, pemerintah merespons dengan membuka ruang diskusi. Ini yang tidak terlihat di pemerintahan saat ini,” kata Budiman.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden pertama yang menggunakan hak jawab di media massa resmi. Salah satu contohnya adalah saat peristiwa tsunami Aceh, di mana hak jawab SBY dimuat oleh SKH Kompas dengan porsi yang sama sebagai bentuk penghormatan terhadap prinsip jurnalistik yang adil dan berimbang. Selain itu, dalam kasus “Cicak vs Buaya,” meskipun editorial Kompas mengambil posisi kritis terhadap pemerintah, komunikasi tetap terbuka sehingga tercipta pemahaman yang lebih baik di antara kedua pihak.

Budiman menegaskan bahwa kritik media tidak seharusnya dilihat dalam kerangka polarisasi biner “jika tidak mendukung, berarti menentang.” Justru, kritik yang konstruktif menjadi bagian dari demokrasi yang sehat dan membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Sementara itu, Abdul Rahman Ma’mun, Dosen Universitas Paramadina, menyoroti bahwa komunikasi pemerintah seharusnya tidak hanya berorientasi pada personalisasi pejabat, melainkan pada fungsi-fungsi yang dijalankan. Presiden sebagai komunikator utama memiliki tanggung jawab besar dalam membangun kepercayaan publik, bukan hanya melalui retorika tetapi juga melalui tindakan yang konsisten dan transparan.

Ia mengkritisi pernyataan-pernyataan inkonsisten dari pemerintah yang dapat merusak kepercayaan publik. “Publik tidak peduli siapa yang menyampaikan informasi, yang mereka inginkan adalah transparansi dan konsistensi. Jika komunikasi pemerintah tidak dikelola dengan baik, kepercayaan publik akan benar-benar hilang,” tegasnya.

Abdul Rahman juga mengingatkan bahwa dalam era keberlimpahan informasi, transparansi harus diwujudkan bukan hanya dalam jumlah informasi yang tersedia, tetapi juga dalam kualitas dan kredibilitasnya. Jika transparansi hanya menjadi formalitas tanpa akuntabilitas yang jelas, maka kepercayaan publik justru akan semakin tergerus.

Komentar