Ditemukan secara tak sengaja dokumen-dokumen itu akhirnya dikumpulkan dan disusun oleh wartawan Gatra, Virdika Rizky Utama, lalu diterbitkan jadi sebuah buku berjudul “Menjerat Gus Dur”. Sempat heboh, diceritakan bahwa wacana untuk memakzulkan presiden mulai terdengar sejak Gus Dur memecat Menteri BUMN Laksamana Sukardi dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla.
Keputusan tersebut mengakibatkan dua partai dengan suara terbanyak yaitu PDIP dan Golkar marah kepada Gus Dur. Kegaduhan politik tak bisa terbendung lagi tatkala Gus Dur akhirnya mencopot Kapolri Suroyo Bimantoro dan kemudian menunjuk Komjen Chaeruddin Ismail sebagai pjs Kapolri.
Masalahnya adalah pencopotan tersebut dilakukan secara sepihak, tanpa konsultasi dengan MPR yang saat itu merupakan lembaga tertinggi negara atau lembaga yang memiliki kuasa untuk memilih serta menurunkan presiden.
Gesekan antara Gus Dur dengan MPR semakin tajam ketika ia mengeluarkan Dekrit Presiden pada dini hari, Senin 23 Juli 2001 pukul 1.10 WIB di Istana Negara. Ada tiga poin utama dari dekrit tersebut: pertama membekukan DPR/MPR, kedua membubarkan Golkar, serta ketiga mempercepat pelaksanaan pemilu.
Terhadap dekrit itu parlemen bereaksi. Pada pukul 2.45 WIB, Ketua MPR Amien Rais menggelar konferensi pers sebagai bentuk penolakan terhadap dekrit sekaligus menyatakan apa yang dilakukan Gus Dur merupakan tindakan yang tidak konstitusional.
Serentetan peristiwa politik masa itu berujung pada Sidang Istimewa MPR yang dipercepat, awalnya diagendakan pada 1 Agustus 2001 diubah menjadi 23 Juli 2001. Kekuatan politik yang semula mengusung Gus Dur sebagai Presiden berubah haluan menjadi pihak yang sangat ingin melengserkannya.
Bahkan, PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) sebagai mesin politik yang didirikan oleh Gus Dur sekali pun tidak kompak dalam menanggapi Sidang Istimewa MPR. Muncul faksi PKB yang mendukung pemakzulan Gus Dur.
Akhirnya Gus Dur digantikan Megawati yang dilantik jadi presiden pada tanggal 23 Juli 2001. Megawati menjabat sampai akhir masa kepresidenannya pada 20 Oktober 2004 atau sekitar tiga tahun tiga bulan. Wapres-nya adalah Hamzah Haz dari PPP. Peralihan kekuasaan dari Gus Dur ke Megawati tidaklah mulus, bahkan panas. Ada yang disebut “Operasi Semut Merah” untuk menjerat Gus Dur.
Sekedar cerita latar belakang, putri proklamator ini menikah dengan Letnan Satu Penerbang Surindro Supjarso pada 1 Juni 1968 di Jakarta Selatan. Dari pernikahannya ini terlahir Mohammad Rizki Pratama dan Muhammad Prananda Prabowo yang sekarang jadi petinggi PDIP. Jabatan resmi Prananda Prabowo adalah Ketua Bidang UMKM, Ekonomi Kreatif dan Digital PDIP sekaligus Kepala Ruang Pengendali dan Analisis Situasi (Situation Room) DPP PDIP.
Pernikahan dengan Lettu Surindro ini ternyata tak berjalan lama, sebab ketika Megawati sedang mengandung Prananda, kabar duka datang dari Pesawat Skyvan yang dipiloti Lettu Surindro dengan tujuh awak dilaporkan hilang di perairan Biak pada 22 Januari 1970.
Lalu pada pada 27 Juni 1972 Mega menikah lagi dengan Hassan Gamal Ahmad Hassan, ia seorang diplomat Mesir, tapi kurang dari tiga bulan pernikahan itu dibatalkan oleh Pengadilan Agama. Akhirnya Mega menikah dengan Taufiq Kiemas pada 25 Maret 1973. Taufiq Kiemas wafat pada 8 Juni 2013. Dari pernikahan ini lahir Puan Maharani yang sekarang jadi Ketua DPR.
Pemerintahan Presiden Megawati dikenal luas karena kebijakan privatisasi BUMN. Kebijakan ini dilakukannya demi mempertahankan BUMN dari intervensi dan pembayaran utang publik. Sekaligus upaya memperbaiki efisiensi serta daya saing BUMN. Semuanya dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dari sektor swasta.
Tercatat sejumlah BUMN seperti Semen Gresik, Bank Negara Indonesia, Kimia Farma dan yang paling kontroversial adalah Indosat yang diprivatisasi. Menurut pengakuannya, upaya privatisasi ini berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1% dan menekan inflasi sebesar 5,06%. Namun, di sisi lain, penjualan asset ini juga menuai kritik dan Megawati dituduh sebagai agen neolib.
Presiden Megawati berencana ikut pilpres di tahun 2004, waktu itu bersama calon wakil presidennya adalah Hasyim Muzadi, ketua umum Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisais islam terbesar di Indonesia. Kita tahu bahwa pasangan calon ini dikalahkan secara telak oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di putaran kedua, dengan selisih 61% berbanding 39% pada 20 September 2004.
Komentar