Pengamat: Gerak Cepat Revisi UU Pilkada Disinyalir Kepentingan Politik Dinasti Jokowi. Ini Indikatornya..!

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Samuel F. Silaen, pengamat politik, mengatakan bila terjadi kerusuhan di negeri ini maka yang patut disinyalir untuk di mintai pertanggungjawabannya itu presiden Jokowi dan antek-anteknya, yang ‘patgulipat’ bersekongkol merusak tatanan demokrasi dan supermasi hukum.

 “Indikatornya jelas, sebab tidak ada kekuatan politik yang dapat memobilisasi perangkat aparatur negara dari tingkat pusat hingga sampai ke daerah- daerah diseluruh Nusantara, sama seperti ketika di pilpres,” ujar Silaen kepada awak media, Kamis (22/8/24).

Indikasi dugaan kearah ini sangat jelas menurut Silaen, bahwa presiden Jokowi berbeda jawabannya ketika menjawab pertanyaan wartawan soal putusan MK RI nomor 90 tahun 2023, presiden menegaskan harus dilaksanakan karena sudah final dan mengikat.

“Namun berbeda dengan jawabannya terhadap putusan MK RI nomor 60 dan 70 tahun 2024, justru mengatakan harus menghormati keputusan masing-masing lembaga. Artinya presiden Jokowi bermain aman, ” tebak Silaen

Lanjut Silaen, bahwa dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa gerak cepat Baleg DPR RI untuk merevisi UU Pilkada sarat dengan muatan kepentingan politik dinasti yang ingin mengaborsi putusan MK RI.

“Lebih tepatnya membegal Putusan MK RI yang notabene kejadian yang hampir mirip dengan putusan MK RI yang meloloskan putranya presiden Jokowi menjadi cawapres ketika itu,” kritiknya.

Menurut Silaen, memaparkan bahwa hari ini bila elemen masyarakat Indonesia tidak bergerak untuk membendung syahwat politik yang diusung KIM+ maka dapat dibayangkan bahwa Pilkada serentak 2024 akan melahirkan tirani politik.

“Karena diperkirakan ada sekurang- kurangnya 150an Cakada dibeberapa daerah dibuat melawan kotak kosong, ini kezaliman politik luar biasa, “ungkapnya.

Namun unjuk rasa besar hari ini telah mengurungkan niat busuk penguasa dan antek-anteknya, untuk tidak memaksakan kehendaknya mengetok UU Pilkada secepat kilat yang jauh dari alam demokrasi, karena publik menilai UU Pilkada tersebut adalah pesanan ‘invisible man’ yang menghendaki mulusnya rencana jahat penguasa dan antek-anteknya.

“Pengesahan revisi UU Pilkada dikebut hanya semalam jelas mengangkangi putusan MK dan bentuk nyata dari penyelewengan konstitusi dan menyimpang dari cita- cita perjuangan demokrasi tahun 1998 secara telanjang! Bila tidak dilakukan perlawanan keras hari ini maka ini tragedi demokrasi, kembali ke titik nadir,” tutup Silaen, alumni Lemhanas Pemuda 2009.

Ayooo Selamatlkan Demokrasi!!

Ayooo Selamatkan Ibu Pertiwi!!

Komentar