Prihatin Azis Syamsuddin Ditetapkan Tersangka dan Ditahan, PSI: Menyedihkan

JurnalPatroliNews – Jakarta, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) prihatin terhadap ditetapkannya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dana alokasi khusus (DAK) di Lampung Tengah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun langsung menahan Azis di Rumah Tahanan Polres Jakarta Selatan (Jaksel).

Juru Bicara PSI Ariyo Bimmo mengatakan Azis telah disebut-sebut dalam dakwaan jaksa di kasus suap mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju yang menjadi makelar perkara bersama pengacara Maskur Husain. Dari lima perkara dalam dakwaan, kata Bimmo, ada nama Azis yang disebut jaksa sempat menyetor uang Rp 3 miliar kepada Robin.

“Ini menyedihkan sekaligus menyakitkan, menampar keras wajah DPR. Lembaga ini sebelumnya telah dikritisi karena kinerjanya yang rendah, gajinya terlalu besar dan tidak sensitif terhadap kondisi rakyat yang diwakili. Jangan lupa, ini kali ketiga seorang pimpinan, sekali lagi pimpinan DPR RI ditangkap karena kasus Korupsi sejak 2014,” ujar Bimmo di Jakarta, Sabtu (25/9/2021).

Sepanjang 2014-2019, kata Bimmo, korupsi politik menjadi yang paling banyak ditangani KPK. Data Indonesia Corruption Watch (ICW) per 15 September 2019, terdapat 23 anggota DPR yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Menurut Bimmo, hal ini seakan membenarkan anggapan awam bahwa DPR telah dijadikan tempat berlindung para koruptor dan sumber perlawanan balik terhadap perjuangan anti korupsi.

“PSI berulangkali mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak memilih partai politik dan calon legislatif yang terlibat ataupun toleran terhadap korupsi. PSI juga senantiasa bersikap ketika ada mantan napi tipikor ikut kontestasi pilkada, nyaleg atau diangkat menduduki jabatan publik,” ujar Bimmo.

Mengacu ata Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Bimo menyatakan sekitar 56 persen dari 575 anggota dewan terpilih periode 2019-2024 merupakan petahana. Artinya, anggota dewan periode 2014-2019 masih mendominasi kursi dewan yang terhormat di DPR periode 2019-2024.

“Kontaminasi perilaku korup sesama rekan anggota legislatif tidak terbendung dan kesalahan fatal mereka seakan termaafkan. Bila demikian, bagaimana bisa menghasilkan undang-undang yang anti korupsi? (UU) yang tidak rentan korupsi dan bisa mencegah perilaku koruptif,” demikian Bimmo.

(bs)

Komentar