Reshuffle Kabinet, Titik Balik Demi Menyelamatkan Arah Ekonomi Bangsa

JurnalPatroliNews – Jakarta — Perekonomian nasional kini tengah berada dalam pusaran ketidakpastian. Seperti kapal yang diguncang gelombang besar, neraca perdagangan terus melemah, serbuan produk impor ilegal semakin tak terbendung, dan sektor manufaktur pun makin terseok-seok di tengah derasnya kompetisi global.

Nilai tukar rupiah yang terus merosot seakan menjadi simbol rapuhnya stabilitas moneter, di saat pertumbuhan ekonomi tersendat dan perputaran dana di sektor perbankan seperti aliran darah yang tak lagi lancar dalam tubuh perekonomian bangsa.

Akar dari persoalan ini diyakini berasal dari arah kebijakan perdagangan yang lemah dan inkonsisten. Defisit migas kian melebar, sektor riil kehilangan daya saing, dan konsep demokrasi ekonomi—yang mestinya menjadi fondasi keadilan sosial seperti ditegaskan dalam Pasal 33 UUD 1945—semakin terpinggirkan.

Dalam konteks inilah, reshuffle kabinet bukan sekadar agenda politik rutin, melainkan sebuah langkah mendesak untuk membenahi arah nahkoda pemerintahan dan menyelamatkan kapal ekonomi nasional dari ancaman karam akibat gelombang globalisasi yang kian keras.

Momentum Menyuntikkan Energi Baru

Di tengah suasana yang terkesan kehilangan arah—terutama dalam hal melindungi industri dalam negeri dan mewujudkan kedaulatan ekonomi—reshuffle menjadi langkah strategis untuk menyuntikkan energi baru. Langkah ini diperlukan untuk memperbaiki kebijakan yang terbukti tidak efektif serta mengembalikan harapan publik akan masa depan yang lebih adil dan sejahtera.

Seruan reshuffle ini juga digaungkan oleh Rocky Gerung, pengamat politik dan pemikir publik, dalam sebuah sarasehan memperingati 27 tahun Reformasi yang digelar di Jakarta pada 21 Mei 2025. Dalam pandangannya, perombakan kabinet adalah langkah radikal yang diperlukan guna menyelamatkan demokrasi ekonomi yang kini terancam oleh dominasi segelintir korporasi dan importir besar.

Menurut Rocky, gagasan demokrasi ekonomi seperti yang dicita-citakan oleh Mohammad Hatta, sudah sangat menyimpang dari realitas hari ini. Alih-alih menghadirkan keadilan sosial, sistem ekonomi kini justru menguntungkan para pemain besar dan menyingkirkan rakyat kecil dari arena kompetisi.

Komentar