JurnalPatroliNews – Jakarta – Menteri BUMN Erick Thohir kembali menjadi sorotan. Di tengah berbagai proyek ambisius yang dijalankan, kritik tajam muncul terkait efektivitas dan arah kebijakan yang dinilai melenceng dari tujuan utama BUMN sebagai mesin keuntungan negara.
Hari Purwanto, Direktur Eksekutif dari lembaga Studi Demokrasi Rakyat (SDR), menyatakan bahwa performa Erick Thohir selama menjabat sebagai Menteri BUMN layak ditinjau ulang secara serius, terutama di bawah pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Menurut Hari, badan usaha milik negara seharusnya berorientasi pada profit dan manfaat publik, bukan sekadar menjalankan proyek demi pencitraan atau keuntungan kelompok elite.
“Kita bicara soal entitas bisnis milik negara, yang semestinya menjadi sumber penerimaan, bukan tempat pelampiasan ambisi segelintir orang,” tegasnya pada Minggu, 8 Juni 2025.
Ia mengingatkan bahwa landasan hukum atas keberadaan BUMN termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa kekayaan alam dan cabang produksi penting dikuasai negara demi kesejahteraan rakyat. Namun, implementasi di lapangan, menurut Hari, jauh dari semangat tersebut.
Hari menyoroti dugaan bahwa sejumlah proyek strategis BUMN justru dimanfaatkan untuk memperkuat posisi finansial dan politik kelompok tertentu. Ia menyebut adanya indikasi penumpukan proyek oleh Erick Thohir yang tidak mengedepankan efisiensi, melainkan bertujuan memperbesar “basis kekuasaan”.
Salah satu kasus yang mencuat adalah kontroversi investasi di perusahaan teknologi GoTo, yang dinilai tidak membawa manfaat signifikan bagi negara, namun menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Lebih lanjut, Hari juga menyinggung posisi Erick Thohir sebagai Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang mengelola anggaran hampir Rp1.900 triliun selama masa pandemi. Namun, transparansi dan akuntabilitas dari dana jumbo tersebut dinilai masih minim.
“Tak heran bila laba BUMN terus turun. Ketika orientasi kerja bukan pada kepentingan negara, tapi justru melayani ambisi pribadi dengan dalih kesempatan, maka kerugian bukan sekadar finansial, tapi moral,” tandas Hari.
Menurut Hari, budaya “ABS” atau Asal Bapak Senang masih melekat kuat dalam tubuh BUMN, dan hal ini tidak akan berubah tanpa evaluasi menyeluruh terhadap pimpinan tertinggi kementerian tersebut.
Komentar