Tarif 32 Persen dari AS Diterapkan, Eddy Soeparno: Diplomasi Prabowo Justru Semakin Tepat

JurnalPatroliNews – Jakarta – Meskipun upaya lobi intensif telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump tetap menetapkan bea masuk sebesar 32 persen untuk produk-produk asal Indonesia. Kebijakan tersebut dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.

Di tengah kritik terhadap strategi diplomasi Indonesia yang dinilai belum membuahkan hasil, Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno tampil membela langkah Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, pendekatan diplomatik yang diambil Prabowo justru menunjukkan presisi dalam membaca arah kebijakan global.

Eddy menjelaskan bahwa Presiden Prabowo sudah sejak awal menyadari bahwa keputusan tarif ini merupakan bagian dari tren proteksionisme global yang menjadi ciri khas pemerintahan Trump, dan bukan semata-mata akibat hubungan bilateral yang memburuk.

“Presiden Prabowo memilih strategi yang tidak menimbulkan ketegangan baru. Fokusnya tetap menjaga hubungan strategis sambil memperkuat daya tahan ekonomi nasional,” ujar Eddy kepada media, Kamis, 10 Juli 2025.

Ia menyatakan bahwa respons Prabowo yang menolak tindakan balasan atau tarif tandingan justru merupakan langkah cerdas agar Indonesia tak terjebak dalam konflik dagang berkepanjangan yang bisa merugikan.

“Pendekatan Presiden tetap mengedepankan jalur multilateralisme, termasuk memperkuat posisi di WTO, mempererat kerja sama dengan negara-negara BRICS, dan membangun koalisi bersama negara berkembang untuk menuntut keadilan dalam tatanan perdagangan global,” tambah Eddy.

Selain jalur diplomatik, menurut Eddy, Prabowo juga menyiapkan langkah-langkah di dalam negeri untuk menahan dampak kebijakan tarif tersebut. Salah satu caranya adalah mendorong reformasi ekonomi melalui deregulasi, seperti revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang memberikan kelonggaran bagi pelaku usaha dalam proses impor.

Ia juga menyoroti pentingnya strategi diversifikasi pasar ekspor serta percepatan industrialisasi nasional agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada pasar tertentu, termasuk Amerika Serikat.

“Masuknya Indonesia ke dalam kelompok BRICS tak hanya simbol politik luar negeri, tapi juga upaya strategis memperluas jaringan ekspor ke negara-negara berkembang yang potensial,” ujar Eddy, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PAN.

Eddy pun optimistis bahwa ruang negosiasi dengan pihak AS masih terbuka sebelum kebijakan tarif diberlakukan secara efektif. Ia menegaskan bahwa MPR mendukung penuh pendekatan diplomasi yang dijalankan oleh Presiden Prabowo.

“Masih ada waktu hingga 1 Agustus. Pemerintah terus memaksimalkan peluang diplomatik yang tersisa untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional,” pungkasnya.

Komentar