JurnalPatroliNews – Jakarta – ByteDance, perusahaan induk dari TikTok, baru-baru ini berhasil memperoleh pinjaman besar sebesar US$ 9,5 miliar atau sekitar Rp 147 triliun. Pinjaman ini diberikan oleh sejumlah bank besar, termasuk Citigroup, Goldman Sachs, dan JPMorgan.
Menurut Reuters, pinjaman tersebut akan menjadi fasilitas kredit dalam dolar AS terbesar di Asia. Pinjaman ini memiliki tenor 3 tahun, dengan opsi perpanjangan hingga 5 tahun.
Keputusan ByteDance untuk mengambil pinjaman besar ini dipicu oleh laporan keuangan perusahaan yang sangat positif pada tahun 2023. ByteDance dilaporkan mengalami lonjakan laba sebesar 50%, mencapai US$ 40 miliar atau sekitar Rp 621 triliun.
Kinerja ByteDance melampaui perusahaan teknologi besar China lainnya seperti Alibaba dan Tencent. Perusahaan ini berhasil meningkatkan laba meskipun menghadapi potensi penutupan TikTok di Amerika Serikat.
Pada bulan April lalu, pemerintah dan kongres AS mengeluarkan undang-undang yang mengharuskan TikTok dijual ke entitas non-China paling lambat Februari 2025.
Namun, Reuters melaporkan bahwa ByteDance tidak berniat untuk menjual TikTok dan lebih memilih risiko pemblokiran aplikasi di AS daripada menyerahkan algoritma TikTok kepada pihak lain.
Meskipun ada tantangan di AS, para kreditur tetap tertarik memberikan dana kepada ByteDance. Salah satu alasannya adalah karena China masih menjadi pasar utama bagi ByteDance melalui aplikasi serupa TikTok yang disebut Douyin.
ByteDance mengalami lonjakan pendapatan berkat ekspansi Douyin ke sektor ecommerce. Fitur live streaming yang ditawarkan oleh Douyin, mirip dengan TikTok Shop, berhasil menciptakan pasar baru dalam perdagangan online.
“Douyin kini menguasai pangsa pasar besar di industri ecommerce China melalui fitur live streaming-nya. Kami optimis dengan prospek masa depannya karena platform ini sangat populer di kalangan semua usia, termasuk sebagai tempat berkumpulnya kelompok lansia,” ujar seorang bankir di China yang dikutip oleh IFR.
Komentar