Perubahan Iklim: Indonesia dan Seratus Lebih Negara Janji Akhiri Deforestasi Tahun 2030 di KTT COP26

JurnalPatroliNews – Lebih dari seratus pemimpin dunia akan mengikrarkan janji untuk mengakhiri deforestasi dan mengembalikan fungsi hutan pada tahun 2030, Selasa (02/11).

Janji itu akan tertuang dalam kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) terkait iklim (COP26) di Glasgow yang dihadiri Presiden Joko Widodo.

Sebagai pengekspor minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia dianggap salah satu negara kunci yang akan meneken kesepakatan tersebut.

Minyak sawit terkandung dalam berbagai produk, dari sampo hingga biskuit. Industri kelapa sawit selama ini turut memicu perusakan hutan dan hilangnya wilayah masyarakat adat.

Negara lain yang dianggap penting dalam kesepakatan ini adalah Brasil. Sebagian besar hutan hujan Amazon di Brasil telah ditebang dan beralih fungsi untuk keperluan industri dalam beberapa dekade.

Kesepakatan di COP26 mencakup bantuan senilai hampir US$19,2 miliar (Rp273 triliun) yang dihimpun dari dana publik dan swasta.

Sejumlah pakar menyambut baik langkah yang diambil para pemimpin negara di COP26. Meski begitu, mereka mengungkap bahwa kesepakatan iklim di New York tahun 2014 gagal memperlambat deforestasi.

Komitmen untuk menindaklanjuti kesepakatan internasional, menurut para ahli lingkungan, perlu diwujudkan.

Penebangan pohon selama ini berkontribusi memicu perubahan iklim. Hutan yang gundul tak dapat menyerap gas karbon dioksida yang menghangatkan bumi.

KTT COP26 sepanjang dua minggu di Glasgow, Skotlandia, dipandang penting jika para pemimpin dunia ingin mengendalikan perubahan iklim.

Hutan di Papua menghadapi ancaman serius demi perluasan kebun kelapa sawit.

Sejumlah negara yang menyatakan akan meneken kesepakatan di COP26, antara lain Kanada, Brasil, Rusia, dan Indonesia. Negara ini mencakup sekitar 85% hutan dunia.

Sebagian dari dana yang dihimpun dalam KTT ini nantinya akan diberikan ke negara-negara berkembang untuk memulihkan lahan yang rusak, mengatasi kebakaran hutan dan mendukung eksistensi masyarakat adat.

Pemerintahan dari 28 negara juga akan berkomitmen untuk menghapus deforestasi dari perdagangan global makanan dan produk pertanian lainnya seperti minyak kelapa sawit, kedelai, dan kakao.

Industri-industri ini mendorong hilangnya hutan dengan menebang pohon untuk memberi ruang bagi hewan ternak dan tanaman.

Lebih dari 30 perusahaan terbesar dunia akan berkomitmen untuk mengakhiri investasi dalam kegiatan yang terkait dengan deforestasi.

Dana sebesar US$1,5 miliar (Rp21 triliun) juga akan dikumpulkan untuk melindungi hutan hujan tropis terbesar kedua di dunia, yang berada di Cekungan Kongo.

Seorang penebang kayu, seorang polisi lingkungan, seorang peternak sapi dan seorang pencinta lingkungan berbagi pandangan mereka tentang masa depan Amazon.

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, yang menjadi tuan rumah pertemuan global di Glasgow, menyebut kesepakatan ini sebagai perjanjian penting untuk melindungi dan memulihkan hutan bumi.

“Ekosistem besar yang beranekaragam ini, katedral alam ini, adalah paru-paru planet kita,” begitu kata-kata yang rencananya akan dia tuturkan.

Simon Lewis, pakar iklim dan hutan di University College London, mengatakan, “Ini adalah kabar baik bahwa ada komitmen politik untuk mengakhiri deforestasi dari begitu banyak negara dan pendanaan yang signifikan untuk melanjutkan upaya itu.”

Namun Lewis berkata bahwa masyarakat dunia sebelumnya pernah berada pada tahap ini, tepatnya saat deklarasi iklim disepakati pada tahun 2014 di New York.

Perjanjian itu, menurut Lewis, “sama sekali gagal memperlambat deforestasi”.

Lewis berkata, kesepakatan baru ini tidak mengatasi meningkatnya permintaan produk seperti daging. Menurutnya, tantangan itu perlu diatasi dengan intervensi terhadap konsumsi daging yang tinggi di negara seperti Amerika Serikat dan Inggris.

Komentar