JurnalpatrJakarta, Juru Bicara Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono menegaskan bahwa pemerintah tak berniat melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan aturan pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pengalihan pegawai ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 yang telah diteken Presiden Joko Widodo akhir Juli lalu. Dini juga memastikan keberadaan PP itu tak akan mengurangi independensi lembaga antirasuah.
“PP ini tidak akan mengurangi sifat independen KPK, sebagaimana Pasal 3 UU KPK yang menyatakan KPK tetap independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Sama sekali tidak ada niat pemerintah untuk melemahkan KPK dalam hal ini,” ujar Dini melalui keterangan tertulis, Senin (10/8).
Menurut Dini, keberadaan PP tentang alih status pegawai itu justru semakin memperkuat KPK sebagai institusi pemberantasan korupsi.
“Sebaliknya ini adalah bagian dari memperkuat institusi pemberantasan korupsi di Indonesia,” katanya.
Dini menuturkan, PP tentang pengalihan status pegawai ini merupakan pelaksanaan UU KPK Pasal 1 angka 6, Pasal 69B, dan Pasal 69C, yang mengatur pegawai KPK adalah ASN.
Bagi pegawai KPK yang belum berstatus ASN dalam jangka waktu paling lambat dua tahun sejak revisi kedua UU KPK pada Oktober 2019,
pegawai KPK dapat diangkat sebagai ASN sepanjang memenuhi syarat.
“Jadi PP ini diterbitkan dengan tujuan tertib administrasi negara,” ucapnya.
Dalam PP itu mengatur, pengangkatan dilakukan setelah struktur organisasi dan tata kerja KPK yang baru ditetapkan. Penghasilan pegawai KPK yang telah beralih menjadi pegawai ASN, kata dia, tidak akan berkurang.
Rentan Korupsi
Mantan Komisioner KPK Laode M. Syarif menilai sistem penggajian pegawai KPK sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 bermasalah karena rentan dikorupsi.
Ia menyayangkan ada perubahan dari single salary system atau penggajian tunggal menjadi model penggajian yang memisahkan gaji pokok dan tunjangan sebagaimana yang berlaku bagi ASN.
“Sekarang selain gaji, mereka akan menerima tunjangan juga sebagaimana yang berlaku di ASN. Tunjangan itu macam-macam sehingga rentan dikorupsi,” kata Laode saat dikonfirmasi.
Laode yang saat ini menjabat sebagai Direktur Eksekutif Kemitraan berpendapat bahwa sistem penggajian tunggal akan lebih mudah untuk dikontrol dan diawasi daripada sistem gaji dan tunjangan.
Laode berujar semestinya sistem penggajian tunggal yang ada di KPK bisa menjadi contoh agar kementerian atau lembaga lain menerapkan. Bukan sebaliknya. Ia menyatakan akuntabilitas dalam sistem penggajian tunggal dapat dipertanggungjawabkan.
“Jadi, bukannya mengikuti sistem penggajian yang sudah benar seperti KPK, malah yang sudah bagus itu diubah menjadi sistem penggajian bermasalah,” katanya.
Berdasarkan hal tersebut, Laode menyimpulkan bahwa Revisi Undang-undang KPK yang kemudian diikuti terbitnya PP Nomor 41 Tahun 2020 semakin mengkonfirmasi upaya pelemahan KPK.
“Jadi, tidak ada penguatan tapi pelemahan,” imbuhnya.
Presiden Joko Widodo sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Aturan tersebut diteken Jokowi pada 24 Juli 2020 dan berlaku pada saat tanggal diundangkan yakni 27 Juli 2020.
Pasal 9 PP ini menyebutkan bahwa Pegawai KPK yang sudah menjadi ASN diberikan gaji dan tunjangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Kemudian Ayat 2 berbunyi:
“Dalam hal terjadi penurunan penghasilan, kepada Pegawai KPK selain gaji dan tunjangan juga dapat diberikan tunjangan khusus yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden.” (lk/*)