Bikin Malu! Mitra Ojol Dapat BHR Rp50 Ribu, Wamenaker Murka!

JurnalPatroliNews – Jakarta – Lagi-lagi, pekerja gigi dihadapkan pada kebijakan yang meragukan. Pemberian BHR Rp50.000 – jumlah yang tak masuk akal untuk apresiasi kerja keras, kini diselidiki pemerintah. Padahal jelas-jelas Presiden Prabowo telah memberikan arahan berbeda. Kapan hak pekerja diprioritaskan?

Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer menegaskan bahwa pihaknya akan menelusuri pemberian BHR tersebut. “Kami akan cek kenapa mereka hanya mendapat Rp 50.000 dan berapa jam kerja mereka,” ujar Immanuel dalam konferensi pers Maxim pada Senin (24/3/2025).

Ia juga mengungkapkan niat pemerintah untuk meminta klarifikasi dari aplikator yang memberikan BHR dengan nominal tersebut. Menurutnya, jika benar terjadi, hal ini merupakan bentuk penghinaan terhadap para mitra pekerja ojol.

“Kalau ini benar, sungguh memalukan. Lebih baik uangnya dikembalikan saja. Negara ini mampu, saya juga mampu sebagai Wakil Menteri mengembalikan Rp 50.000 itu. Jangan hina bangsa ini, karena driver ojol adalah patriot-patriot negeri ini,” tegasnya.

Sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan mengenai Tunjangan Hari Raya (THR) dan BHR, mitra ojol yang berkinerja baik seharusnya mendapatkan BHR sebesar 20% dari rata-rata penghasilan selama setahun. Dalam kasus ini, seorang mitra ojol yang hanya mendapatkan Rp 50.000 sebagai BHR mengaku memiliki pendapatan tahunan sebesar Rp 33.000.000. Dengan perhitungan 20% dari rata-rata bulanan Rp 2.750.000, seharusnya BHR yang diterima mencapai Rp 550.000.

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, turut angkat bicara. Ia menilai kebijakan aplikator tidak adil dan bertentangan dengan arahan Presiden Prabowo, yang menyebutkan bahwa mitra ojol yang memenuhi syarat seharusnya menerima BHR sebesar Rp 1 juta, bahkan Prabowo sempat mengusulkan agar nominal itu ditambah.

Selain itu, Lily menyoroti sejumlah kebijakan platform yang dinilai merugikan para mitra. Berbagai skema seperti akun prioritas, skema slot, skema aceng, serta sistem level atau prioritas dianggap membatasi akses orderan bagi para pengemudi.

“Syarat yang ditentukan sangat diskriminatif, seperti keharusan bekerja aktif selama 25 hari dalam sebulan, jam kerja online minimal 200 jam, serta tingkat penerimaan dan penyelesaian order masing-masing 90%,” paparnya.

Lebih lanjut, ia juga mengkritik potongan hingga 50% dari pendapatan pengemudi yang semakin memperburuk situasi. Menurutnya, aturan ini seakan-akan menunjukkan bahwa mitra pekerja tidak berkinerja baik, padahal sistem yang diterapkan aplikatorlah yang menjadi penyebab utama rendahnya pendapatan mereka.

Kasus ini menjadi sorotan publik, dan pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk memastikan hak-hak mitra pekerja ojol terpenuhi sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

Komentar