JurnalPatroliNews – Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menaruh perhatian serius pada pengelolaan sumur minyak ilegal yang masih banyak dioperasikan masyarakat di berbagai wilayah.
Pemerintah menilai, praktik pengeboran liar yang terus terjadi menimbulkan berbagai dampak buruk, baik dari sisi keselamatan hingga ekonomi negara.
Pelaksana Harian Dirjen Minyak dan Gas Bumi, Tri Winarno, mengungkapkan bahwa tingginya angka pengeboran ilegal menunjukkan perlunya kebijakan yang memberikan kepastian hukum. Sebagai contoh, di Provinsi Sumatra Selatan saja, jumlah kasus pengeboran minyak ilegal mencapai sekitar 100 kasus per tahun.
“Angkanya cukup tinggi hanya di satu provinsi, ini menandakan perlunya regulasi yang memberikan kepastian hukum dalam pengelolaan sumur oleh masyarakat,” kata Tri saat rapat bersama Komisi XII DPR RI, Selasa (29/4/2025).
Dari aspek teknis, Tri menekankan bahwa pengeboran ilegal sangat berisiko karena tidak menerapkan standar teknik keselamatan kerja yang layak. Hal ini kerap berujung pada kecelakaan fatal, termasuk korban jiwa. Selain itu, hasil olahan dari sumur ilegal juga kerap tidak memenuhi standar kualitas karena diproses di kilang non-resmi.
Ia juga menyampaikan kekhawatiran atas potensi pencemaran lingkungan yang cukup besar dari aktivitas tersebut. Kerusakan lingkungan akibat praktik ilegal ini pada akhirnya menuntut biaya pemulihan yang tinggi.
Tak hanya itu, dari sisi ekonomi negara, pengeboran ilegal menimbulkan kerugian signifikan. Negara kehilangan potensi pemasukan dari sektor migas dan terganggunya target lifting migas nasional. Selain itu, praktik ini juga membuat investor enggan menanamkan modal karena minimnya kepastian hukum dan keamanan.
“Masalah ini bukan hanya berdampak teknis, tetapi juga menggerus pendapatan negara, mengganggu stabilitas investasi, dan bahkan menimbulkan gangguan sosial di tengah masyarakat,” pungkas Tri.
Komentar