JurnalPatroliNews – Jakarta – Amerika Serikat dikabarkan sedang menyusun langkah sanksi ekonomi baru terhadap Rusia, tepat di saat Presiden Donald Trump gencar mendorong terciptanya kesepakatan damai antara Moskow dan Kyiv.
Menurut laporan dari Reuters yang mengutip sumber terpercaya, paket sanksi yang sedang disiapkan ini menyasar sektor-sektor kunci dalam perekonomian Rusia, seperti perbankan dan energi. Tujuan utamanya: meningkatkan tekanan terhadap Kremlin agar mau menerima rencana damai yang didorong oleh Washington.
Namun, belum ada kepastian apakah Trump akan menyetujui tindakan tersebut. Meski sebelumnya menunjukkan kecenderungan bersimpati terhadap posisi Rusia, frustrasi mulai tampak karena Presiden Vladimir Putin tetap keras kepala menolak usulan gencatan senjata yang diajukan Trump.
“Dewan Keamanan Nasional tengah mengatur strategi sanksi yang jauh lebih agresif,” ujar salah satu sumber, Sabtu (3/5/2025). “Tapi tetap, lampu hijau akhir ada di tangan Trump.”
Departemen Keuangan AS yang berwenang dalam implementasi sanksi belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi.
Jika Trump menandatangani paket sanksi ini — menyusul kesepakatan baru AS-Ukraina terkait sumber daya mineral yang diumumkannya pada hari Rabu — maka hal itu bisa menandai perubahan arah signifikan dalam pendekatannya terhadap Rusia.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada 2022, AS dan mitra globalnya telah menjatuhkan berbagai sanksi terhadap Moskow. Meski berdampak besar pada ekonomi Rusia, negara tersebut tetap berhasil mengelak dan mempertahankan mesin perangnya.
“Trump sudah berulang kali mencoba membuka pintu bagi Putin untuk duduk dan sepakat soal gencatan senjata. Tapi Putin terus menolaknya,” kata Kurt Volker, mantan duta besar AS untuk NATO. “Kini, Trump menambah tekanan — dan membuat posisi AS serta Ukraina sejajar dalam menyerukan penghentian perang secara total.”
Sejak kembali menjabat Januari lalu, Trump tampak melakukan berbagai manuver untuk mendorong kesediaan Rusia dalam negosiasi damai. Salah satunya dengan membubarkan unit khusus Departemen Kehakiman yang selama ini fokus pada penegakan sanksi terhadap oligarki dekat Kremlin.
Namun, Trump juga dikenal dengan sejumlah pernyataan yang menguntungkan Rusia. Ia pernah menyalahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky atas konflik ini, bahkan menjulukinya sebagai “diktator”.
Dalam waktu bersamaan, utusan khusus Trump, Steve Witkoff, mengusulkan rencana perdamaian kontroversial: menyerahkan empat wilayah Ukraina kepada Rusia. Witkoff diketahui telah empat kali bertemu dengan Putin, dengan pertemuan terakhir berlangsung pekan lalu.
Sayangnya, hanya tiga hari setelah pembicaraan tersebut, Rusia justru meningkatkan agresi. Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov kembali menyuarakan tuntutan keras dari Putin, sementara militer Rusia menggencarkan serangan rudal dan drone ke berbagai kota Ukraina, yang menyebabkan lebih banyak korban jiwa di kalangan sipil.
Komentar