JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan akan memperkuat pengawasan terhadap aktivitas pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Langkah ini diambil menyusul sorotan publik yang menilai kegiatan tambang berpotensi merusak lingkungan sekitar.
Menurut pernyataan resmi di situs esdm.go.id berjudul “Pemerintah Perketat Pengawasan Lima Perusahaan Tambang di Raja Ampat”, Minggu (8/6/2025), pengawasan ini mencakup aspek legalitas, kepatuhan terhadap kawasan lindung dan konservasi, serta tanggung jawab lingkungan dan sosial.
Kementerian menegaskan bahwa seluruh aktivitas tambang di wilayah ini diawasi secara ketat, termasuk penerapan prinsip keberlanjutan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, sesuai Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Lima perusahaan diketahui telah mengantongi izin resmi untuk beroperasi di Raja Ampat. Dua di antaranya mendapat izin dari pemerintah pusat, yakni:
1. PT Gag Nikel
Perusahaan ini memegang Kontrak Karya Generasi VII untuk lahan seluas 13.136 hektare di Pulau Gag, dengan izin operasi produksi berlaku hingga 2047. AMDAL pertama disahkan pada 2014 dan mengalami adendum pada 2022 dan 2024. IPPKH diterbitkan pada 2015 dan 2018, sedangkan Penataan Areal Kerja ditetapkan pada 2020. Dari total 187,87 hektare area tambang, sebanyak 135,45 hektare telah direklamasi. Namun, pembuangan limbah cair belum dilakukan karena masih menunggu Sertifikat Laik Operasi (SLO).
2. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
Mengantongi izin operasi produksi sejak Januari 2024 hingga 2034 untuk area seluas 1.173 hektare di Pulau Manuran. Dokumen AMDAL dan UKL-UPL disahkan sejak 2006 oleh pemerintah daerah setempat.
Tiga perusahaan lain mendapatkan izin dari Bupati Raja Ampat:
3. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
Memiliki izin eksplorasi dari tahun 2013 dengan masa berlaku 20 tahun, mencakup wilayah 2.193 hektare di Pulau Batang Pele. Kegiatan masih dalam tahap pengeboran dan belum dilengkapi dengan dokumen lingkungan.
4. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
Perusahaan ini mengantongi izin eksplorasi sejak 2013 untuk area seluas 5.922 hektare. Izin penggunaan kawasan hutan (IPPKH) diterbitkan oleh Menteri LHK tahun 2022. Meski sempat berproduksi pada 2023, saat ini kegiatan tambang dihentikan sementara.
5. PT Nurham
Perusahaan ini mendapat izin usaha pertambangan pada 2025 dan berencana mengelola area seluas 3.000 hektare di Pulau Waegeo. Meski sudah memiliki persetujuan lingkungan sejak 2013, hingga kini perusahaan belum memulai produksi.
Kementerian ESDM telah menurunkan tim inspektur tambang untuk menilai aspek teknis seluruh Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang aktif. Evaluasi ini akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan selanjutnya oleh Menteri ESDM.
“Walau perusahaan-perusahaan tersebut telah memiliki izin yang sah, pemerintah akan terus memantau dan mengevaluasi secara menyeluruh demi menjaga keseimbangan ekosistem dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” demikian isi pernyataan dari Kementerian.
Komentar