Ekonomi Israel Babak Belur, Dampak Perang dengan Iran Hampir Tembus Rp300 Triliun

JurnalPatroliNews – Jakarta –  Konflik bersenjata antara Israel dan Iran selama hampir dua pekan telah meninggalkan luka mendalam bagi perekonomian Negeri Zionis. Tekanan ekonomi yang ditimbulkan akibat perang tersebut diprediksi menyedot biaya sangat besar, dengan angka yang hampir menyentuh Rp300 triliun.

Menurut analis militer James Krieg, total kerugian Israel ditaksir mencapai antara 11,5 hingga 17,8 miliar dolar AS, atau sekitar Rp186 hingga Rp288 triliun. Angka ini merepresentasikan 2,1–3,3 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Israel yang kini berada di kisaran 540 miliar dolar AS.

“Biaya tersebut mencakup pengeluaran militer langsung, kerusakan berbagai infrastruktur, serta upaya untuk mencegat lebih dari 400 rudal yang ditembakkan Iran,” ujar Krieg kepada TRT World, Kamis (26/6/2025).

Namun, menurutnya, tekanan ekonomi tidak berhenti pada biaya perang saja. Penutupan ribuan bisnis, gangguan penerbangan komersial, berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian dan konstruksi, serta migrasi warga dalam negeri telah memperparah krisis finansial yang sedang dihadapi Tel Aviv.

“Penundaan proyek besar dan hilangnya kepercayaan investor bisa berdampak jangka panjang bagi stabilitas ekonomi,” imbuh Krieg.

Di sisi lain, laporan dari Financial Express mengungkapkan bahwa hanya dalam tujuh hari pertama serangan ke Iran, pemerintah Israel sudah menggelontorkan dana sekitar 5 miliar dolar AS (Rp81 triliun). Biaya operasional harian bahkan disebut menyentuh angka 725 juta dolar, terbagi atas 593 juta dolar untuk ofensif dan 132 juta dolar untuk pertahanan.

The Wall Street Journal turut mencatat bahwa penggunaan sistem pertahanan udara Israel bisa menghabiskan dana antara 10 hingga 200 juta dolar setiap harinya.

Sementara itu, pakar keuangan dari Universitas Amerika Palestina, Naser Abdelkarim, menambahkan bahwa total kerugian langsung maupun tidak langsung akibat konflik ini bisa mencapai 20 miliar dolar AS.

“Defisit anggaran Israel diperkirakan melonjak hingga 6 persen, ditambah beban kompensasi bagi warga sipil yang terdampak, yang semakin memperburuk keuangan negara,” jelasnya dalam wawancara dengan Anadolu.

Dalam minggu pertama perang, jumlah warga yang terpaksa mengungsi tercatat lebih dari 10 ribu orang, sementara 36.465 warga lainnya telah mengajukan permohonan kompensasi kepada Otoritas Pajak Israel.

Abdelkarim menambahkan bahwa pemerintah Israel sedang mempertimbangkan tiga opsi untuk menutup celah anggaran: memangkas belanja publik (termasuk kesehatan dan pendidikan), menaikkan tarif pajak, atau mengambil utang baru. Langkah terakhir ini dikhawatirkan akan mendorong rasio utang negara menembus 75 persen dari PDB.

Menghadapi situasi ini, Kementerian Keuangan Israel mengakui cadangan anggaran negara mulai menipis. Untuk itu, mereka mengajukan permintaan tambahan dana sebesar 857 juta dolar AS bagi Kementerian Pertahanan, sementara memotong anggaran sosial sebesar 200 juta dolar dari sektor pendidikan, kesehatan, dan pelayanan masyarakat.

Harian bisnis Globes melaporkan bahwa dana tambahan tersebut terutama akan digunakan untuk membiayai operasional 450.000 tentara cadangan yang dikerahkan sejak perang dimulai.

Di sisi moneter, nilai mata uang Shekel sempat anjlok hingga menyentuh level 3,7 terhadap dolar AS, sebelum pulih ke 3,5. Abdelkarim menyebut faktor spekulasi pasar dan intervensi Bank Sentral membantu menahan pelemahan lebih lanjut.

Tak hanya itu, sektor energi Israel juga terkena dampak langsung. Serangan rudal Iran terhadap kilang minyak Bazan di Haifa diperkirakan menimbulkan kerugian hingga 3 juta dolar AS setiap harinya, menurut laporan Financial Times.

Pasar keuangan Israel pun ikut terombang-ambing. Serangan ke wilayah yang dekat dengan Bursa Efek Tel Aviv—yang selama ini menyumbang sekitar 8 persen ekspor nasional—mengakibatkan kepanikan di kalangan investor.

“Keruntuhan harga saham memicu aksi jual besar-besaran dan memperparah kondisi pasar modal, yang kemudian mengguncang kestabilan ekonomi dalam jangka pendek,” tulis laporan dari Institut Berlian Israel.

Komentar