Pemisahan Jadwal Pemilu Dinilai Positif, Tapi Jangan Hambat Agenda Pembangunan Daerah

JurnalPatroliNews – Jakarta – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan jadwal pelaksanaan pemilu nasional dan daerah mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Namun, sejumlah pengamat mengingatkan adanya potensi dampak serius terhadap jalannya pemerintahan daerah.

Salah satu kritik datang dari akademisi Universitas Nasional, Andi Yusran, yang menyoroti bagian putusan MK yang menyebut pemilu daerah dilangsungkan paling cepat dua tahun setelah pelantikan presiden dan DPR. Menurutnya, ketentuan tersebut menyimpan kelemahan mendasar.

“Penetapan waktu itu tidak memiliki pijakan konstitusional yang jelas karena tidak bersandar langsung pada UUD 1945. Penentuan waktu seharusnya merupakan kewenangan eksekutif dan legislatif melalui proses legislasi,” ujar Andi kepada RMOL pada Jumat, 27 Juni 2025.

Ia menjelaskan, penundaan pemilihan kepala daerah selama dua tahun berisiko menimbulkan stagnasi dalam proses pembangunan di tingkat daerah.

“Dalam masa transisi itu, kepala daerah definitif tidak bisa segera menyusun RPJMD. Sementara penjabat atau pelaksana tugas (Plt) kepala daerah tidak memiliki otoritas penuh untuk merancang dokumen strategis tersebut,” jelasnya.

Menurut Andi, situasi ini dapat menciptakan kekosongan arah kebijakan di daerah dan berujung pada ketidaksinkronan antara program pusat dan daerah.

Ia juga menyoroti dampak sistemik dari ketentuan ini terhadap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045.

“Siklus perencanaan nasional berpotensi terganggu karena RPJMD yang tertunda akan menyebabkan RPJPN tidak lagi paralel. Maka, perlu ada penyesuaian rentang waktu menjadi 2025–2047 agar perencanaan pembangunan tetap terintegrasi,” tegasnya.

Andi menekankan pentingnya koordinasi lintas lembaga agar pemisahan pemilu ini tidak berdampak negatif terhadap efektivitas pemerintahan daerah.

Komentar