Putin kepada Trump: Rusia Tak Akan Goyah dalam Konflik Ukraina

JurnalPatroliNews – Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan komitmennya untuk tetap melanjutkan operasi militer di Ukraina, dalam percakapan telepon terbaru dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang berlangsung selama satu jam pada Kamis, 3 Juli 2025.

“Rusia tidak akan mundur dari jalur yang telah ditetapkan,” ujar penasihat senior Kremlin, Yuri Ushakov, kepada awak media setelah percakapan tersebut.

Meski demikian, Putin juga menyampaikan bahwa Moskow tetap membuka peluang untuk negosiasi politik demi mengakhiri perang yang sudah berlangsung sejak 2022. Ushakov menambahkan bahwa pembicaraan itu berlangsung dalam suasana terbuka, meski perbedaan sikap tetap tajam.

Kremlin kembali menegaskan bahwa salah satu motivasi utama invasi adalah mencegah Ukraina menjadi bagian dari aliansi militer NATO dan menghentikan kemungkinan ancaman dari Barat terhadap wilayah Rusia — klaim yang dibantah keras oleh Kyiv dan para sekutunya, meskipun Trump disebut menunjukkan simpati terhadap beberapa pandangan tersebut.

Dalam pernyataan terpisah, Trump menyatakan ketidakpuasannya atas terus berlarutnya konflik tersebut. “Saya tidak senang dengan situasi di Ukraina,” ujarnya setelah panggilan telepon berakhir.

Ini adalah percakapan keenam antara kedua pemimpin sejak Trump kembali menjabat pada Januari. Komunikasi ini berlangsung tak lama setelah Pentagon mengumumkan penundaan pengiriman sistem senjata utama ke Ukraina, termasuk artileri presisi dan rudal pertahanan udara paket bantuan yang sebelumnya dijanjikan oleh pemerintahan Joe Biden.

Namun menurut Ushakov, isu penghentian suplai senjata tidak menjadi bahasan utama. Trump, kata dia, lebih menekankan pentingnya mengakhiri konflik secepat mungkin, meski tanpa rincian soal mekanisme damai.

Walaupun belum ada rencana pertemuan langsung, baik Trump maupun Putin sepakat untuk menjaga jalur komunikasi tetap terbuka. Namun, posisi Rusia tidak berubah Moskow menolak usulan gencatan senjata tanpa syarat yang disuarakan Washington. Sebaliknya, Ukraina justru menyambut baik tawaran tersebut.

Ushakov menyatakan bahwa negosiasi harus difokuskan antara Moskow dan Kyiv saja, tanpa campur tangan langsung dari Amerika Serikat. Ia juga menyinggung insiden dalam pertemuan di Istanbul pada awal Juni, ketika perwakilan Rusia dilaporkan meminta delegasi AS untuk keluar dari ruangan — sinyal kuat bahwa Rusia menolak format negosiasi tiga pihak.

Sebelumnya, pada pertengahan Juni, Trump dan Putin juga sempat membahas krisis di Timur Tengah. Putin menawarkan diri sebagai mediator dalam konflik Israel-Iran, namun Trump menolak, sambil menegaskan bahwa prioritasnya saat ini adalah Rusia, bukan Iran.

Dalam pembicaraan terbaru, Putin juga mengecam serangan udara AS terhadap fasilitas nuklir Iran, yang menurut Moskow merupakan tindakan sepihak dan melanggar hukum internasional.

Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tengah melakukan kunjungan diplomatik ke Denmark untuk bertemu para pemimpin Uni Eropa. Dalam pernyataannya, ia menggarisbawahi pentingnya penguatan kerja sama melalui NATO, Uni Eropa, dan hubungan bilateral, terlebih setelah muncul keraguan terhadap kelanjutan dukungan militer dari Washington.

“Keraguan ini justru menunjukkan bahwa kita harus mempererat koordinasi strategis,” ujar Zelensky, seraya berharap dapat berbicara langsung dengan Presiden Trump dalam waktu dekat untuk membahas bantuan militer yang tertunda.

Komentar