Beda Janji dan Fakta, Kiara Kritik Izin Reklamasi 155 Ha Ancol dan Dufan ala Anies

JurnalPatroliNews – Jakarta – Lembaga Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengkritik langkah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang mengizinkan reklamasi perluasan kawasan Dufan dan Taman Impian Ancol Timur.

Izin itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 tentang izin pelaksanaan perluasan kawasan rekreasi Dufan seluas 35 hektare, dan kawasan rekreasi Taman Impian Ancol Timur seluas 120 hektare.

“Izin perluasan reklamasi untuk kawasan rekreasi di Pantai Ancol seluas 150 hektare merupakan ironi kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang pernah berjanji akan menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta, tetapi faktanya malah memberikan izin kepada PT Pembangunan Jaya Ancol,” kata Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati, dalam keterangannya, Sabtu (27/6).

Apalagi, kata Susan, sebelumnya Anies juga menerbitkan lebih dari 900 IMB untuk bangunan di Pulau D yang konsesinya dimiliki oleh PT Kapuk Niaga Indah.

Susan juga menyebut bahwa Kepgub 237/2020 itu memiliki kecacatan hukum. Sebab, Kepgub itu hanya berdasarkan pada tiga Undang-Undang yang ia anggap terlihat dipilih-pilih.

Yakni, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan ketiga, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

“Ketiga Undang-Undang tersebut, terlihat dipilih oleh Anies Baswedan karena sesuai dengan kepentingannya sebagai Gubernur DKI Jakarta,” ucap Susan.

Padahal, kata Susan, dalam pengaturan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, harusnya juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“Kenapa UU tersebut tidak dijadikan dasar oleh Anies?” ujarnya.

Lebih lanjut, Susan menilai pemberian izin reklamasi untuk perluasan wilayah Ancol itu justru akan memperkuat praktik komersialisasi di kawasan pesisir Teluk Jakarta. Hal itu, lanjutnya tidak sesuai dengan UU 1/2014 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 tahun 2010.

“Pemberian izin ini akan memaksa orang yang mau masuk dan mengakses kawasan ini harus membayar. Inilah praktik komersialisasi yang harus dilawan,” tutur Susan.

Menurut Susan, reklamasi itu juga berpotensi merusak kawasan perairan Ancol dan kawasan yang menjadi lokasi pengambilan material pasir untuk bahan pengurukan.

“Ekosistem perairan semakin hancur, ekosistem darat akan mengalami hal serupa. Inilah salah satu bahayanya reklamasi,” katanya.

Anies Baswedan menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 yang telah diteken pada 24 Februari lalu.

Isinya yaitu memberikan izin pelaksanaan perluasan kawasan rekreasi Dunia Fantasi (DUFAN) seluas ± 35 (lebih kurang tiga puluh lima hektare), dan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur seluas ± 120 Ha (lebih kurang seratus dua puluh hektare) kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk.

Kepgub itu turut mengatur soal kewajiban dan kontribusi yang dikenakan terhadap PT Pembangunan Jaya Ancol.

Kemudian, kepgub juga mengatur bahwa pelaksanaan perluasan kawasan tersebut harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.

“Izin pelaksanaan perluasan kawasan sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu berlaku untuk jangka waktu tiga tahun dan apabila sampai dengan jangka waktu tersebut pelaksanaan perluasan kawasan belum dapat diselesaikan, izin akan ditinjau kembali,” demikian bunyi diktum ketiga belas.

(lk/*)

Komentar