‘Joe Biden’ Dilema Serius Soal Tarik Pasukan AS Di Afganistan

JurnalPatroliNews – Kabul,– Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menghadapi dilema serius di Afganistan karena tenggat waktu untuk menarik pasukan semakin dekat. Seorang pejabat tinggi AS memperingatkan, hingga saat ini Taliban tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengakhiri pertumpahan darah.

Pemimpin baru AS tersebut telah memerintahkan peninjauan kembali kesepakatan yang diputus pemerintah AS dengan Taliban tahun lalu. Pemerintah AS sebelumnya menjanjikan penarikan semua pasukan asing pada 1 Mei, dengan imbalan jaminan keamanan dari militan dan komitmen untuk pembicaraan damai dengan pemerintah Afganistan.

Pembicaraan berjalan sangat lambat, tapi hampir tidak ada hari berlalu tanpa ledakan bom, serangan berlanjut kepada pasukan pemerintah, atau pembunuhan yang ditargetkan di suatu tempat di negara tersebut.

“Tingkat kekerasan tetap sangat, sangat tinggi … yang mengejutkan dan sangat mengecewakan. Ini tidak diragukan lagi merusak atmosfer untuk segala jenis penyelesaian konflik Afghanistan,” seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS yang tak mau diungkap identitasnya kepada AFP, pekan ini.

Taliban secara rutin menyangkal bertanggung jawab atas serangan itu, tetapi pemerintah AS tidak ragu siapa yang harus disalahkan. Banyak dari serangan tersebut diklaim oleh kelompok jihadis saingan Taliban, Negara Islam (IS).

“Dalam pandangan kami, Taliban bertanggung jawab atas sebagian besar pembunuhan ditargetkan yang telah kami lihat,” kata pejabat itu, menambahkan bahwa kelompok tersebut telah menciptakan ekosistem kekerasan.

“Saya pikir, ini jelas dimaksudkan untuk mendemoralisasi warga … untuk menambah keraguan orang tentang pemerintah mereka dan menambah aura kemenangan (Taliban) yang tidak dapat dihindari,” tambahnya.

Nol Korban dari AS

Pemerintahan Biden, yang berkomitmen untuk menegakkan kesepakatan meskipun telah ditinjau, sekarang menghadapi dilema serius.

Jika pemerintah AS memutuskan untuk mempertahankan pasukan setelah batas waktu, pasukan AS akan menghadapi serangan sekali lagi. Adapun satu tahun terakhir tidak ada satu pun kematian orang AS dalam pertempuran.

Tetapi apabila pemerintah AS menarik diri sesuai jadwal, hal itu membuat pemerintah Afganistan yang rapuh bergantung pada keputusan yang ditentukan kekuatan pemberontak. Dengan demikian dapat mengakibatkan pembantaian baru yang tidak mungkin diabaikan oleh dunia.

Pentagon selama setahun terakhir mengurangi jumlah pasukan AS di Afganistan menjadi 2.500 personel. Sementara itu, menteri pertahanan negara-negara anggota NATO akhir bulan ini akan membahas nasib 10.000 personel mereka di negara itu, sebagian besar staf dengan pekerjaan yang tidak terlihat oleh publik.

Pejabat AS memperingatkan, risiko apapun terhadap nyawa warga AS dan pasukan koalisi akan menjadi sangat, sangat tinggi dalam prioritasnya.

Sebelumnya, Presiden Afganistan Ashraf Ghani telah mendesak Biden untuk menghindari penarikan yang terburu-buru. Ia juga menginginkan presiden AS yang baru dapat memberi tekanan lebih pada Taliban untuk membuat konsesi pada pembicaraan damai yang sedang berlangsung di Doha, Qatar.

“Pihak (pemerintah) Republik Islam cemas dan siap bernegosiasi. Mereka pergi ke Doha dengan persiapan … dan mereka tidak punya siapa-siapa untuk bernegosiasi bersama, dan itu mengecewakan,” kata pejabat AS itu.

Ia menambahkan, Taliban memenangkan beberapa teman dengan pendekatannya.

“Apa yang salah mereka perhitungkan adalah bahwa hal itu secara aneh mengubah bentuk medan perang, dalam hal opini dunia dan dalam persyaratan dukungan yang dimiliki negara ini,” ujarnya.

Sumber : AFP

Komentar