Novel Baswedan Keluar Rumdin Edhy Prabowo, Penggeledahan KPK Masih Berlangsung

JurnalPatroliNews – Jakarta – Penyidik KPK Novel Baswedan meninggalkan rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo lebih dahulu. Novel tak berkomentar apapun saat meninggalkan rumah dinas Edhy.

Pantauan detikcom, Rabu (2/12/2020) Novel meninggalkan rumah dinas Edhy sekitar pukul 22.25 WIB. Ia terlihat meninggalkan rumah dinas Edhy Prabowo dengan menaiki mobil bersama dua orang penyidik lainnya.

Novel juga tak terlihat membawa sesuatu dari rumah Edhy Prabowo. Mobil yang ditumpangi Novel langsung meninggalkan rumah dinas Edhy.

Meski demikian, penggeledahan di rumah dinas Edhy Prabowo masih berlangsung. Mobil-mobil penyidik KPK yang lain masih berada di sekitar rumah dinas Edhy.

Sebelumnya, tim penyidik KPK memang melakukan penggeledahan di rumah dinas Edhy. Penggeledahan dilakukan guna mengembangkan penanganan perkara suap ekspor benih lobster atau benur yang menjerat Edhy Prabowo.

“Benar, saat ini penyidik KPK sedang melakukan kegiatan penggeledahan di rumah jabatan menteri KKP,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, kepada wartawan, Rabu (2/12/2020).

Penggeledahan dilakukan di rumah dinas Edhy di Jalan Widya Chandra V No 26, Jakarta Selatan. Penggeledahan dilakukan sejak sore tadi.

Sebelum di rumah dinas Edhy, penyidik KPK juga menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus korupsi ekspor benur yang menjerat Edhy Prabowo dkk. Kemarin KPK menggeledah tiga tempat di Bekasi, Jawa Barat.

Ketiga lokasi tersebut adalah kediaman tersangka Suharjito, Direktur PT DPP (Dua Putra Perkasa); kantor; dan gudang PT DPP. Pekan lalu, tim penyidik KPK juga telah melakukan penggeledahan di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Dalam kasus ini, sudah ditetapkan 7 tersangka, yaitu:

Sebagai penerima:
1. Edhy Prabowo (EP) sebagai Menteri KKP;
2. Safri (SAF) sebagai Stafsus Menteri KKP;
3. Andreau Pribadi Misanta (APM) sebagai Stafsus Menteri KKP;
4. Siswadi (SWD) sebagai Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK);
5. Ainul Faqih (AF) sebagai Staf istri Menteri KKP; dan
6. Amiril Mukminin (AM)

Sebagai pemberi:
7. Suharjito (SJT) sebagai Direktur PT DPP.

Kasus bermula setelah Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budi Daya Lobster. Andreau Pribadi Misata (APM) selaku staf khusus menteri ditunjuk sebagai ketua pelaksana. Sedangkan Safri (SAF), yang juga staf khusus menteri, menjabat wakil ketua pelaksana.

“Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur,” ujar Nawawi.

Selanjutnya, pada awal Oktober 2020, Suharjito menyambangi kantor KKP dan bertemu dengan Safri. Dalam pertemuan itu, diketahui bahwa ekspor benur hanya dapat dilakukan melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.

PT DPP diduga mentransfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total Rp 731.573.564.

“Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri atas AMR dan ABT, yang diduga merupakan nominee dari pihak EP serta YSA. Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar,” ujar Nawawi.

Pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar diduga mentransfer uang ke salah satu rekening atas nama Ainul Faqih selaku staf istri Menteri Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, senilai Rp 3,4 M. Uang tersebut diduga diperuntukkan buat keperluan Edhy Prabowo, Iis Rosyati, Safri, dan Andreau Pribadi dengan rincian sebagai berikut:

1. Penggunaan belanja oleh Edhy Prabowo dan Iis Rosyati pada 21-23 November sekitar Rp 750 juta berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV serta baju Old Navy.
2. Uang dalam bentuk USD 100 ribu dari Suharjito yang diterima Safri dan Amiril Mukminin.
3. Safri dan Andreau menerima uang sebesar Rp 436 juta.

(dtk)

Komentar