‘QUO VADIS’ Pertanahan Indonesia?

Oleh Rully Rahadian*

Kata Quo Vadis ini merupakan bahasa latin yang sederhananya berarti “Kemana kau pergi?”. Kata ini dipopulerkan oleh Henryk Sienkiewicz, dalam sebuah Novel yang berjudul Quo Vadis, yang berlatar belakang kekejaman Kaisar Nero membantai rakyat Romawi sebagai hiburan.

Di tanah airpun muncul sebuah buku “Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 192” karya Kacung Marijan yang dirilis penerbit Erlangga pada tahun 1992 lalu. Artinya, makna Quo Vadis ini mempertanyakan arah sebuah perjalanan yang dianggap bias, sehingga menjadi pertanyaan kemana perjalanan tersebut akan menuju titiknya.

Tidak berlebihan juga ketika sistem Pertanahan di Indonesia menjadi sebuah pertanyaan besar.. Quo Vadis… kemana kau pergi sistem pertanahan kita?

Merujuk kepada garis waktu yang telah terekam sepanjang perjalanan bangsa ini pasca Undang-undang Pokok Agraria No 5 yang dilansir tahun 1960, dan bertepatan dengan Hari Tani Nasional di tanggal 24 September. Dengan kilas balik kembali menuju tahun 1960, hampir sebagian besar milestones yang terlewati menunjukkan buruknya sistem pertanahan kita, sehingga banyak menimbulkan kesengsaraan masyarakat yang sering menjadi alat modus bahkan koraban secara langsung dari sistem yang tidak transparan.

Baru beberapa waktu ke belakang, negeri ini seperti kebakaran jenggot, dimana para penyelenggara negara sibuk berbenah masalah tanah yang kisruh menjadi bulan-bulanan mafia tanah yang jika ditelusuri pasti akan terbongkar, dimana di dalamnya banyak bermain pihak-pihak yang seharusnya menjaga sistem pertanahan ini agar secara administrasi tertata rapi, dan yang terpenting tanah tersebut menjadi manfaat bagi masyarakat.

Komentar