Menurut Trubus, proses partisipasi publik dalam penyusunan PP 28/2024 lebih banyak melibatkan kelompok yang mayoritas kontra dengan produk tembakau. Asosiasi pelaku usaha produk tembakau alternatif tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan ini.
“Bagaimana kebijakan ini bisa didukung? Saya yakin di lapangan akan ada banyak resistensi dan penolakan, apalagi sanksinya juga tidak jelas. Jadi menurut saya, hal ini perlu diselesaikan dengan jelas,” tuturnya.
Trubus juga menekankan bahwa kebijakan yang diterapkan seharusnya memberikan solusi, bukan menciptakan masalah baru, terutama yang berdampak langsung pada usaha kecil seperti UMKM dan warung kelontong.
“Aturan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan rokok adalah produk legal. Mengapa peraturan ini justru menyasar pedagang eceran yang mayoritas adalah masyarakat berpenghasilan rendah? Pedagang kecil ini bergantung pada pendapatan dari penjualan rokok,” ungkap Trubus.
Oleh karena itu, lanjut dia, jika pemerintah masih tidak memperhatikan masukan-masukan dari berbagai elemen masyarakat terkait, maka tidak ada jalan lain selain mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Agung (MA).
Komentar