Pro Kontra, Terkait Arahan Presiden Soal Libur Panjang Dipangkas, Apa Kata Wakil Rakyat?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi arahan khusus agar libur panjang akhir Desember 2020 dikurangi. Keputusan Jokowi itu menuai kontroversi.

Libur panjang kerap berujung pada bertambahnya klaster baru virus Corona(COVID-19), seperti yang terjadi pada libur panjang Agustus 2020 yang menimbulkan lonjakan pasien Corona. Bahkan rumah sakit di Jakarta sempat hampir defisit bed perawatan bagi pasien Corona.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi menyatakan perlu ada pembahasan khusus mengenai libur panjang akhir tahun 2020.

“Secara khusus akan kita bicarakan mengenai libur panjang yang nanti akan ada di bulan Desember,” ujar Jokowi saat memimpin rapat terbatas seperti disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (23/11/2020).

Usai rapat khusus itu, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan Jokowi meminta ada pengurangan hari libur pada akhir tahun ini.

“Yang berkaitan dengan masalah libur cuti bersama akhir tahun, termasuk libur pengganti cuti bersama hari raya Idul Fitri, Bapak Presiden memberikan arahan supaya ada pengurangan,” kata Muhadjir.

Muhadjir menyebut Jokowi memerintahkan adanya rapat koordinasi Kemenko PMK dengan pihak terkait mengenai libur akhir tahun. Jokowi meminta rapat koordinasi itu dilakukan segera.

Keputusan Jokowi itu menuai pro kontra dari sejumlah kalangan. Muncul suara beragam dari para anggota DPR hingga pakar epidemiologi.

Komisi IX DPR: Cegah Interaksi dalam Jumlah Besar

Komisi IX DPR menilai pengurangan libur panjang itu dapat mencegah terjadinya interaksi dalam jumlah yang besar. Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena setuju dengan pengurangan libur akhir tahun.

“Setuju, libur panjang sebaiknya dikurangi sehingga mencegah interaksi warga Indonesia dalam jumlah besar di berbagai daerah yang berpotensi menaikkan angka penularan COVID-19,” kata Melki kepada wartawan, Senin (23/11).

Melki meminta agar pemerintah daerah dan pihak swasta bekerja sama dalam menangani virus Corona, salah satunya saat libut panjang nanti. Melki juga berpesan agar masyarakat tetap di rumah serta menahan diri untuk menunda libur ke tempat keramaian.

Selain itu, Melki meminta warga untuk senantiasa taat protokol kesehatan. Terutama menerapkan protokol kesehatan secara ketat di tempat keramaian.

Ini Saran dari Pakar agar Corona Tak Naik

Pakar epidemiologi memberikan beberapa masukan agar kasus virus Corona tidak naik saat libur panjang. Epidemiolog dari Universitas Gajah Mada (UGM) Riris Andono menjelaskan kaitan antara libur panjang dengan penularan virus Corona.

Dia menyebut libur panjang tidak akan berpengaruh pada peningkatan kasus Corona jika masyarakat tetap di rumah dan melaksanakan protokol kesehatan jika berpergian.

“Sebenarnya bukan liburnya, yang penting itu kan social distancing-nya. Kalau kemudian problem-nya kan begini, libur itu diidentikkan dengan boleh pergi ke mana-mana. Padahal kan nggak, tapi libur kan libur bekerja bukan kemudian libur itu diterjemahkan kemudian boleh untuk pergi ke mana-mana, atau kemudian boleh berkumpul di mana-mana. Problem-nya kan di situ,” kata Riris kepada wartawan, Senin (23/11).

Riris mengatakan penularan COVID akan meningkat pada libur panjang jika masyarakat pergi berlibur serta tidak menaati protokol kesehatan. Kalaupun harus pergi berlibur, Riris meminta agar masyarakat memilih tempat liburan di ruang terbuka.

Selain itu, pada saat liburan, protokol kesehatan harus dilaksanakan. Riris mengatakan, peningkatan Corona hanya membutuhkan waktu dua hingga tiga hari.

PPP: Libur Panjang Tak Harus Dikurangi, Tapi Awasi Protokol Kesehatan

Wakil Ketua Umum PPP Arwani Thomafi mengatakan untuk mengendalikan virus Corona tak harus mengurangi libur panjang. Arwani menilai liburan bisa dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

“Jika dimaksudkan untuk pengendalian penyebaran COVID-19, maka solusinya tidak harus dengan mengurangi libur panjang. Apalagi banyak yang sudah merencanakan aktivitas liburan,” kata Arwani kepada wartawan, Senin (23/11).

Arwani menyebut pemerintah hanya perlu memastikan protokol kesehatan (prokes) selama liburan tetap dilaksanakan. Dia menyebut aktivitas liburan dapat meningkatkan perokonomian daerah.

“Pemerintah agar fokus memastikan penerapan prokes di semua sektor publik, misal transportasi umum, rumah makan, rest area, penginapan, tempat ibadah dan tempat publik lainnya. Aktivitas liburan akan berpotensi meningkatkan perekonomian di daerah,” katanya.

Politikus PAN, Ali Taher, menilai hak libur akhir tahun tidak perlu dikurangi lagi. Ia tak setuju dengan pengurangan libur akhir tahun.

“Tapi kalau saya kok rasanya nggak setuju gitu loh. Nggak usah dikurang-kurang,” ujar Ali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/11).

“Kan haknya sudah akumulatif dari kumpulan libur-libur yang ditunda kemudian akhir tahun kan ditunda lagi kan, haknya sudah dikurangi lagi,” sambungnya.

Namun Ali menyerahkan keputusan pengurangan libur akhir tahun kepada pemerintah. Ia menekankan agar pemerintah tidak mengurangi hak masyarakat.

Menurut anggota Komisi VIII DPR RI ini, waktu libur akhir tahun dapat digunakan sebagai momen untuk berkumpul dengan keluarga. Bahkan dapat dijadikan momentum untuk membangun ketahanan keluarga.

PDIP Anggap Libur Panjang Dikurangi Wajar

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP Ihsan Yunus menilai permintaan pengurangan libur akhir tahun cukup berdasar karena akan berpotensi menimbulkan kerumunan manusia.

“Saya merasa hal ini cukup berdasar. Pasca-liburan 17-an, lonjakan kasus di akhir Agustus sampai 32 persen pasca-libur panjang 28 Oktober sampai 1 November, kasus sempat menembus 5.000-an orang per hari. Liburan pasti menimbulkan kerumunan,” kata Ihsan kepada wartawan, Senin (23/11).

Kendati demikian, Ihsan menilai meskipun libur akhir tahun dikurangi, hal itu tidak menjamin tak ada pergerakan warga yang berpergian. Sebab, ia menilai masih ada potensi bagi orang tua untuk mengambil cuti dan mengajak anak-anak berlibur.

Selain itu, Ihsan tidak mempermasalahkan apabila libur panjang tetap dilaksanakan selama pemerintah terus menggalakkan pembatasan pergerakan orang, khususnya di pembatasan di wilayah perbatasan tempat hilir-mudik.

Menurut Ihsan, perihal libur atau tidak libur bukan menjadi hal yang utama terkait penyebaran COVID-19. Namun, penekanannya adalah sejauh mana pemerintah bisa meningkatkan 3T, yaitu tracing, testing, treatment.

PKS: Tak Mudah Kendalikan Kerumunan

Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidahayati menilai perlu adanya evaluasi libur panjang. Hal itu didasari pada pengalaman libur panjang yang lalu yang menimbulkan lonjakan kasus Corona.

“Liburan panjang yang lalu telah berdampak pada penambahan kasus COVID-19. Baiknya menjadi bahan evaluasi,” kata Kurniasih kepada wartawan, Senin (23/11).

Libur panjang, menurut Kurniasih, akan berpengaruh menumpuknya warga, khususnya di lokasi-lokasi pariwisata. Sementara itu, untuk mengendalikan kerumunan warga itu dinilai sulit.

Menurut politikus PKS ini libur panjang punya pengaruh besar dalam menimbulkan kerumunan. Bila pengawasan protokol kesehatan dari pemerintah lemah, hal ini rawan meningkatnya kasus baru Corona.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menilai kebijakan mengurangi hari libur akhir tahun tidak efektif menekan penyebaran kasus COVID-19. Ia menyayangkan jika nantinya libur akhir tahun akan dikurangi.

“Kalau saya menyayangkan, tidak efektif ya,” kata Marwan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/11).

Ketua DPP PKB ini mengatakan pemerintah sudah mengeluarkan keputusan memindahkan hari cuti bersama di akhir tahun 2020. Ia berharap keputusan itu tidak diubah-ubah, karena akan menimbulkan banyak pertanyaan bagi publik.

Lebih lanjut, Marwan memahami alasan pemerintah ingin mengurangi libur akhir tahun karena adanya kenaikan penularan COVID-19 belakangan ini. Namun, menurutnya, kenaikan kasus COVID-19 terjadi karena ketidakmampuan pemerintah mengendalikan penularan pandemi Corona.

Marwan juga mempertanyakan alasan dari kenaikan kasus COVID-19 yang terjadi belakangan ini, apakah kasus COVID-19 benar-benar meningkat akibat dari libur panjang atau ada faktor lain yang melatarbelakangi kenaikan itu. Ia tidak ingin masyarakat dikorbankan karena ketidakmampuan pemerintah menjalankan protokol kesehatan.

Golkar Sepakat Libur Panjang Dikurangi

Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily sepakat agar libur akhir tahun dikurangi guna memotong mata rantai penularan virus Corona (COVID-19).

“Saya kira kebijakan pengurangan libur panjang akhir tahun ini perlu dipertimbangkan. Hal ini semata-mata untuk menghindari dan memotong mata rantai penularan COVID-19,” kata Ace kepada wartawan, Senin (23/11/2020).

Ketua DPP Partai Golkar ini kemudian menyoroti pengalaman libur panjang yang sudah pernah dilakukan di masa pandemi. Ace menilai tingkat penularan COVID-19 selalu tinggi saat libur panjang.

Namun, Ace meminta agar libur akhir tahun jangan sampai dihilangkan semua. Menurutnya, perayaan Hari Raya Natal bagi Umat Nasrani dan Hari Libur Tahun Baru harus tetap menjadi hari libur.

Selain itu, Ace juga meminta agar pemerintah mengantisipasi ledakan kasus COVID-19 yang mungkin terjadi saat libur akhir tahun. Ia mengimbau agar pemerintah tetap menyiapkan pengetatan protokol kesehatan menjelang perayaan Hari Natal.

(*/lk)

Komentar