Sinergi Perguruan Tinggi dan UMKM Dalam Menjaga Daya Beli Masyarakat Dimasa Pandemi Covid -19 Saat Ini

Oleh : Dr. Agung Kwartama., SE.,MM.,MH.

Dosen dan Praktisi Ekonomi

 

Seiring berjalannya waktu yang lebih 2 tahun Indonesia masih berjuang untuk mengatasi dan menghambat penyebaran pandemi covid -19 cukup mempunyai dampak yang sangat signifikan terutama sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Dimana pemerintah dan masyarakat bahu membahu untuk berupaya dalam memberantas virus yang sudah menyebar seluruh dunia,  dalam banyak hal kegiatan yang sudah direncanakan terutama yang berhubungan dengan kerumunan dan hubungan sosial manusia harus di tunda dan bahkan di batalkan. Hal ini sebagai salah satu keharusan yang dipatuhi mengingat penyebaran terjadi karena kontak manusia satu dengan manusia yang lainnya.

Dengan situasi yang masih belum menentu sampai kapan pandemi ini akan berakhir menyebabkan banyak bisnis usaha terutama padat karya, modal besar ( Giant Capital ) menghadapi tekanan yang luar biasa dimana banyak mereka harus mengurangi dan bahkan tutup karena pandemi ini terutama bidang pariwisata, restoran, supermarket besar, mall dan pabrik-pabrik dengan karyawan yang besar serta bisnis transportasi penumpang yang belum bangkit selama dua tahun saat ini. Hasil survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebut sekitar 29 juta warga Indonesia mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada masa pandemi Covid-19 ini.

Sebagai negara dengan penduduk yang lebih 270 jutaan berdasarkan statistik 2019 merupakan pangsa pasar yang cukup mengairahkan bahkan banyak perusahaan multinasional berbondong-bondong untuk membuka agen dan perwakilan dalam pemasaran produk yang mereka miliki. Sehingga hal ini perlu dimanfaatkan oleh para usahawan – usahawan baru atau juga ( Entrepreneurship ) untuk bisa memasarkan produk – produk yang dimiliki untuk dipasar lokal dengan harga yang bersaing dan selera yang sudah diketahui oleh pengusaha di Indonesia. Sehingga ekonomi Indonesia seharusnya bisa bertahan sendiri jika produk dalam negeri bisa diserap pangsa pasar yang ada, mengingat produk kita harga kompetitif dan mempunyai kwalitas yang sesuai dengan selera masyarakat terutama produk primer dalam kesehariannya.

Pada sektor formal atau dunia bisnis secara umum , sekitar lebih dari 6,4 juta orang pekerja terkena PHK atau dirumahkan akibat Covid-19. Sedangkan bidang informal atau UMKM, pengusaha yang meminta untuk peran di perbankan berdasarkan hasil laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mencapai sedikitnya Rp 550 triliun dari total hampir Rp 1.100 triliun. Berarti sudah 50 persen UMKM terdampak Covid-19. Sedangkan menurut survei Asian Development Bank (ADB) juga menyatakan UMKM yang berhenti seketika karena terdampak Covid-19 total 48,4 persen dari 62 juta UMKM yang ada. Berarti kurang lebih hampir 30 juta UMKM. Berdasarkan fakta yang sudah ada,  telah membuktikan untuk UMKM sanggup bertahan ketika perekonomian Indonesia dihantam badai krisis. Dalam masa pademi saat ini, UMKM mempunyai peran dalam agen kebangkitan Indonesia dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19. “Entrepreneurship”, atau usahawan baru yang di dalamnya keinginan pengusaha di Indonesia termasuk UMKM untuk terus bertumbuh, adalah solusi bagi problem kekinian bangsa ini. Menurut data statistik, 99 persen ekonomi di Indonesia muncul oleh UMKM, 97,3 persen lapangan kerja diserap oleh UMKM, dan 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) disumbang UMKM. Diharapkan saat ini,  peran kaum usahawan kecil atau UMKM sebagai salah satu pelopor perubahan dan peningkatan ekonomi harus ditingkatkan. Ketika  menjalankan usaha, mereka juga harus bisa memberikan pelatihan dan berbagi pengetahuan  kepada masyarakat akan bahaya Covid-19. Selain hal tersebut, kehadiran para pengusahan baru / wiraswasta membawa kondisi positif saat masa pandemi ini yang membawa perubahan dalam segi ekonomi baru.

Untuk menjaga ekonomi Indonesia kembali baik, tentu bukan menjadi tugas pemerintah saja, akan tetapi seluruh lapisan pelaku ekonomi, termasuk kaum generasi Z muda (mahasiswa) atau para akademisi yang bergerak  bidang yang ditekuni terutama dalam pengabdian kepada Masyarakat yang menjadi pelopor Tri Dharma Perguruan Tinggi yang sudah lama dicanangkan pemerintah. Untuk penyerapan pekerja  oleh UMKM juga cukup besar dan terus meningkat mencapai 96,99–97,22 persen dengan jumlah pelaku UMKM mencapai 62 juta atau sekitar 98 persen dari pelaku bisnis secara nasional. Akan tetapi , UMKM merupakan salah satu  sektor yang paling berdampak oleh pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, pemecahan  yang paling tepat adalah penggunaan teknologi khususnya website atau internet. Hingga kini ada 175.4 juta pengguna internet. Saat ini lebih 338,2 juta pengguna smart phone aktif yang terdaftar. Bahkan  160 juta jiwa di Indonesia sering aktif di media sosial. Untuk itu, di masa pandemi Covid-19 yang diikuti cara Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di banyak daerah, ternyata mempercepat perubahan pola usaha UMKM dari berjualan “offline” atau luar jaringan (luring), menjadi berjualan “online” atau dalam jaringan (daring). Menurut penelitian yang dilakukan oleh salah satu Prodi Kewirausahaan Universitas Agung Podomoro, 6 bulan pertama pandemi, jumlah UMKM yang merancang website serta mendaftarkan produk di marketplace mengalami perkembangan lebih dari 38 persen. Dimana, pola penjualan “online” merupakan cara UMKM untuk bisa menjaga bisnis di tengah pandemi Covid-19. Di lain pihak, keinginan pembelian konsumen selama PSBB juga meningkat tajam. Maka secara umum dalam  hukum ekonomi “supply and demand” (penawaran dan permintaan) dapat dilaksanakan.

Mahasiswa , dosen dan tenaga kependidikan adalah kaum yang identik dengan imajinasi, kreatif, cepat, instan dan banyak akal. Apalagi mahasiswa yang sudah mengenal kewirausahaan. Para akademisi adalah kaum yang menguasai teknologi, didalamnya ada teknologi informasi. Sehingga dalam masa pandemi Covid-19 ini lain bagi mahasiswa merupakan berkah di balik malapetaka atau “blessing in disguise“. Perkembangan dari pola atau sistem pemasaran online atau internet adalah peluang emas bagi mahasiswa. Para mahasiswa yang terbiasa dengan teknologi informasi bisa menjadi “Digital marketer“. Para mahasiswa dapat membangun usaha rintisan atau start-up UMKM ataupun menjual produk offline serta manual menggunakan sistem “digital marketing” atau pemasaran digital. Pebisnis yang terus mengandalkan strategi marketing offline atau tatap muka akan tertekan dengan mereka yang melibatkan internet dalam pemasaran produknya. Oleh sebab itu a “skill” atau keahlian semua digital marketer semakin dibutuhkan. Mahasiswa mampu merancang bentuk promosi untuk membangun “brand awareness” dan membuat calon pelanggan tertarik. Sarana dalam penjualan yang digunakan adalah platform digital, misalnya media sosial, website, marketplace dan lainya yang sejenis.

Diperlukan sinergi yang kuat antara pelaku usaha UMKM terutama didaerah atau yang masih menggunakan cara-cara konvensional ( Offline Market ) dan mahasiswa yang melek teknologi informasi juga dapat menjadi pengembang aplikasi. Pelaku dalam pengembangan aplikasi ini memang masih terbatas dalam beberapa tahun lalu. Akan tetapi saat ini sudah  menjadi salah satu pekerjaan yang cukup penting. Oleh karena itu pengusaha termasuk UMKM berupaya untuk menyediakan aplikasi digital terkait produk yang dipasarkannya. Hal untuk dicapai adalah untuk menarik minat konsumen tertarget dengan kemudahan dan kepraktisan layanannya. Berbeda dengan dirinya sendiri yang menciptakan suatu usaha start-up UMKM, mahasiswa dapat melakukan mengedukasi kepada semua pelaku UMKM lainnya. Sehingga, mahasiswa dapat menjadi agen penggerak ekonomi selama masa dan setelah atau pasca-pandemi Covid-19.

Namun, mahasiswa yang berwirausaha perlu difasilitasi dan menjadi bagian dalam pembelajaran di kampus melalui Senat akademi dan Program Pengabdian masyarakat yang dipelopori oleh Perguruan Tinggi dan Dosen terkait dalam pelaksanaannya. Peran departemen terkait seperti Koperasi, BUMN, Ristek dan Pendidikan Tinggi , Pemerintah daerah perlu mengajak Mahasiswa untuk mengembangkan digital marketing dengan menjadikan produk local sebagai komoditas utama yang dihasilkan oleh UMKM yang masih konvensional. Secara terus menerus melakukan sosialisasi penggunaan pelatihan secara Online melalui media ZOOM meeting, whatsapps group, Google Meet atau sarana lainnya yang mudah untuk di akses oleh UMKM yang masih tertinggal dalam pengguasaan teknologi. Dengan kegiatan secara rutin yang di dukung Instansi terkait akan mampu menciptakan para pengusaha baru dan akan menyerap tenaga kerja secara signifikan terutama dari Mahasiswa yang sudah melek akan teknologi. Pengabdian masyarakat yang menjadi program Perguruan Tinggi dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis UMKM pada produk – produk konvesional yang diminati masyarakat umum seperti Produk Makanan, minuman, textile dan sejenisnya, agar produk local tersebut bisa diserap oleh pangsa pasar yang ada di Indonesia.

Kita berharap Sinergi Perguruan Tinggi dan UMKM terus dikembangkan serta didukung Instansi terkait demi meningkatkan kualitas pemasaran serta bertahannya ekonomi di Indonesia disaat pandemi ini terjadi. Diharapkan Sinergi ini bisa menciptakan usahawan baru terutama karyawan yang sebelumnya terkena PHK dalam bisnis formal dan mengurangi pengangguran baru berasal lulusan Perguruan Tinggi yang seharusnya mampu untuk berkontribusi dalam pengembangan marketing secara Digital. Semoga Ekonomi Indonesia tetap berjalan dan kehidupan semakin lebih baik di iringi berakhirnya pandemi Covid 19 di negara Indonesia.

Komentar