Massa menyatakan bahwa aksi demo itu ingin membuka kesadaran semua pihak yang hanya bisa berjanji tapi tidak pernah menempati janjinya untuk menyelesaiak konflik di Desa Adat Banyuasri. “Aksi Damai kami hari ini, intinya ingin membuka kesadaran kita semua, akan pentingnya satya wacana. Kami turun langsung beramai-ramai ke sini, akibat kami sudah tidak percaya lagi dengan pihak-pihak yang selalu berjanji akan membantu menyelesaikan masalah kami, tapi semua janji hanya pepesan kosong.”
Untuk itu, kali ini pun massa krama Desa Adat Banyuasri kembali meminta MDA Provinsi Bali untuk datang menemui langsung paruman Desa Adat Banyuasri sebagai bentuk tanggungjawabnya melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai pasal 76 ayat (2) huruf d Perda No 4 Tahun 2019 yaitu memusyawarah masalah-masalah adat dan budaya Bali untuk melindungi kepentingan desa adat. “Undangan ini berlaku selama waktu yang tak terbatas,” ucap Agus Pratama.
Bagaimana tanggapan Ketua MDA Kabupaten Buleleng? Ketua MDA Kabupaten Buleleng Dewa Putu Budasa yang menerima massa dari atas kursi roda menyatakan dirinya akan menyampaian aspirasi dan tuntutan massa krama adat Desa Adat Banyuasri ke MDA Provinsi Bali. “Saya akan sampaikan aspirasi yang disampaikan karma adat Banyuasri ke MDA Provinsi. Saya menunggu dalam satu minggu ini kalau tidak ada jawaban dari MDA Provinsi baik bentuk tertulis atau bentuk lisan lewat WA maka saya akan datang langsun ke MDA Provinsi,” tandas Ketua MDA Buleleng, Dewa Putu Budasa kepada massa yang hadir.
“Kenapa demikian? Biar segera selesai. Saya tidak mau permasalahan ini berlarut-larut. Karena sampai dua kali demo (ke MDA Buleleng) seola-olah bahwa mungkin saya pribadi, Ketua MDAnya punya masalah, atau MDA punya masalah. Sebenarnya MDA Kabupaten Buleleng tidak ada permasalahan dengan Banyuasri. Oleh karena itu tadi saya memohon krama adat Banyuasri tidak lagi melakukan unjuk rasa,” ucap Dewa Budasa.
Komentar