Penjemputan Paksa Terpidana Nyepi Sumberklampok Dikecam MUI Bali

JurnalPatroliNews – Buleleng – Penjemputan paksa dua terpidana kasus Nyepi Desa Sumberklampok dengan cara represif di kecam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali. MUI menganggap penjemputan paksa disertai kekerasan itu selain dianggap tidak manusiawi, hal itu menyisakan trauma mendalam bagi keluarga serta masyarakat setempat. Kecaman itu disampaikan MUI Bali bersama MUI Kabupaten Buleleng serta sejumlah ormas Islam di Bali.

“Kami mengecam keras tindakan represif aparat eksekutor terhadap dua terpidana kasus nyepi Sumberklampok. Tindakan itu dilakukan dini hari dan sangat melanggar etika, melanggar norma dan bertentangan dengan hukum dan undang-undang,” ujar Agus Samijaya dampingi ketua MUI Bali Drs H. Mahrusun Hadyono dan Ketua MUI Buleleng H. AlI Mustofa serta Tim Hukum MUI Buleleng Firman SH, Senin (20/4/2025).

Agus Samijaya mengaku menyesalkan persitiwa penjemputan paksa terpidana Acmat Saini (52) dan Mukhamad Rasad (57), yang disertai kekerasan pada Senin, 14 April 2025 sekitar pukul 03.30 wita. Prilaku aparat dengan cara mendobrak pintu, mencongkel jendela dan melakukan penangkapan terpidana seperti pelaku pidana teroris atau terpidana luar biasa (ekstra ordinary crime).

“Akibat peristiwa kekerasan itu, ada warga menjadi korban ditabrak mobil eksekutor yang hingga saat ini masih sakit. Ini sangat disayangkan,”imbuhnya.

Menurut Agus Samijaya, jika saja para eksekutor tersebut mau berkoordinasi dan berkomunikasi dengan MUI hal itu akan dapat dihindari. Agus juga mengatakan, pihaknya telah merencanakan melakukan kordinasi dengan pihak eksekutor setelah sebelumnya telah dilakukan pertemuan MUI Buleleng dengan sejumlah pihak di Forkopimda Buleleng.

“Dan faktanya itu ditelikung kemudian dilakukan operasi tengah malam seperti menangkap gembong teroris. Kami mengecam keras penegakan hukum dengan cara-cara melawan hukum, ini sudah masuk ranah pelanggaran HAM,” imbuh Agus Samijaya.

Agus menambahkan, pihaknya sudah menyiapkan fakta-fakta yang terjadi setelah operasi penjemputan paksa terhadap Acmat Saini dan Mukhamad Rasad, setelah MUI melakukan investigasi mendalam dilokasi penjemputan paksa.

“Atas dasar itu, kami membantah dengan keras pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali yang menyatakan tidak ada kekerasan dalam upaya penjemputan paksa tersebut. Kami memiliki fakta hukum termasuk foto dan testimoni para saksi warga dan keluarga terpidana yang diantaranya sedang hamil 5 bulan,” terang Agus Samijaya.

Ia bersama elemen ormas mengaku tidak terima atas perlakuan kekerasan tersebut dan segera Membawa kasus itu ke Kejaksaan Agung RI, Kapolri, DPR RI, Komnas HAM dan semua instansi terkait dengan masalah tersebut.

“Kami juga akan menempuh jalur hukum atas kekerasan dan pelanggaran yang dilakukan oleh tim eksekutor yang juga menyebabkan traumatik terhadap anak karena dilakukan dihadapan anak-anak. Ini tidak bisa dibiarkan,” tandasanya.

Sebelumnya, Kajati Bali Ketut Sumedana SH mengatakan tidak ada kekerasan yang dilakukan saat menjemput terpidana nyepi Sumberklampok beberapa waktu lalu. Hal itu ia sampaikan usai meresmikan secara simbolis Bale Kertha Adhyaksa secara serentak di 129 desa dan 19 kelurahan di Kabupaten Buleleng, di Gedung Kesenian Gde Manik Singaraja, Rabu (16/4/2025).

“Tidak ada, tidak ada kekerasan. Yang ada kita lakukan penjemputan dilakukuakn waktu subuh justru untuk menghindari kekerasan,” ucap Sumedana.

Komentar