Untuk itu KemenKopUKM sedang berupaya mendorong skema pembiayaan bagi UMKM dengan skema credit scoring sehingga memungkinkan pelaku usaha khususnya sektor mikro untuk mendapat kemudahan akses pembiayaan. Dengan skema ini, lembaga perbankan tidak harus meminta jaminan tetapi hanya perlu membaca data rekam jejak kinerja usahanya.
“Kami menggunakan metode ini dan sudah kami uji cobakan. Ternyata banyak UMKM atau sekitar 70 persen layak menerima kredit, selama ini mereka tidak terjangkau karena sebagian besar perbankan hanya menggunakan data history kredit,” kata Menteri Teten.
KemenKopUKM sedang menjalin kolaborasi dengan venture capital, aggregator, hingga securities crowd funding (SCF) untuk memudahkan akses pembiayaan dan pendampingan bagi UMKM. Dengan strategi ini diharapkan semakin memperbesar peluang UMKM untuk bisa naik kelas dan berkembang. UMKM bisa mendapatkan akses pembiayaan hingga mencapai Rp10 miliar melalui skema ini.
“Kami juga bekerja sama dengan BEI (Bursa Efek Indonesia) untuk mempercepat UMKM yang sudah memiliki aset 50 miliar untuk go public atau mendapatkan pembiayaan yang lebih murah dari bursa,” ucap Menteri Teten.
Sementara itu dari sisi peningkatan daya saing UMKM, KemenKopUKM juga sedang membangun rumah produksi bersama (RPB) di berbagai daerah untuk mewadahi UMKM agar bisa menciptakan produk yang lebih baik dan terstandardisasi. Dengan produk yang terstandardisasi, peluang UMKM untuk bermitra dengan industri sebagai bagian dari rantai pasok.
Menteri Teten berharap melalui program Pertamina UMK Academy 2024 dapat terdukung pertumbuhan dan perbaikan ekosistem pembiayaan bagi UMKM. Teten juga berharap program tersebut dapat mengakselerasi pelaku usaha untuk naik kelas dan berdaya saing tinggi.
Komentar