Perubahan Iklim: 190 Negara dan Lembaga Setuju Tinggalkan Batu Bara, Bagaimana Dengan Indonesia?

Masih pada Rabu (3/11), Indonesia bersama Asian Development Bank (ADB) dan Filipina meluncurkan kemitraan untuk mempercepat transisi energi bersih di KTT Iklim COP26.

“Indonesia dan Filipina memiliki potensi untuk menjadi pionir dalam proses menghilangkan batu bara dari bauran energi di kawasan kami, memberikan kontribusi besar terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca global, dan mengarahkan pertumbuhan ekonomi mereka ke jalur rendah karbon,” kata Presiden ADB Masatsugu Asakawa, dikutip dari situs resmi ADB.

Indonesia juga baru saja terpilih menjadi salah satu negara yang mendapatkan bantuan dari Dana Investasi Iklim sekitar Rp3,9 triliun untuk program Percepatan Transisi Batubara.

Greenpeace Indonesia menyambut baik niat pemerintah Indonesia untuk menutup PLTU batu bara sebelum 2040. Namun, mereka mendesak pemerintah membuat berbagai kebijakan dan peta jalan yang jelas untuk mencapai target itu.

“Inisiatif ini dapat menjadi jalan keluar bagi Indonesia untuk menghentikan operasi PLTU batu bara di 2040 sesuai rekomendasi IPCC dan melakukan transisi ambisius ke energi bersih dan terbarukan,” kata Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustasya.

“PLTU batu bara dengan kapasitas saat ini sebesar 31,9 GW telah berkontribusi sangat besar terhadap perubahan iklim serta dampak kesehatan, social, dan ekonomi yang merugikan rakyat Indonesia. Belum lagi tambahan sebesar 13,8 GW PLTU di dalam RUPTL 2021-2030, 90% di antaranya akan dibangun di Jawa dan Sumatera yang sudah mengalami kelebihan kapasitas,” tambah dia.

Permintaan energi di Asia akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2030, kata ADB. Asia Tenggara adalah salah satu kawasan yang terus membangun PLTU batu bara baru.

Dalam laporan yang dirilis lembaga nirlaba Carbon Tracker pada Juni lalu, Indonesia termasuk ke dalam daftar lima negara Asia yang bertanggung jawab atas 80% rencana pembagunan PLTU batu bara baru di seluruh dunia. Hal tersebut dianggap mengancam target iklim yang sudah ditetapkan.Di mana posisi Indonesia?

Bagaimana sikap Indonesia terkait batu bara?

Bocoran sejumlah dokumen draf “laporan penilaian” oleh Panel Antar-pemerintah mengenai Perubahan Iklim (IPCC). Dalam dokumen muncul klaim bahwa “Indonesia mengatakan tidak akan menutup pembangkit listrik batu baranya sampai energi variabel dari energi terbarukan dapat disimpan dengan baik.”

Lalu klaim lain dari pemerintah Indonesia menyatakan bahwa “Negara-negara dengan cadangan batu bara yang melimpah akan cenderung masih menggunakan batu bara karena merupakan sumber energi lokal mereka.

Dengan kebutuhan untuk memiliki pembangkit listrik yang murah, stabil, dan menyediakan beban dasar (sesuatu yang masih tidak dapat disediakan oleh energi terbarukan variabel), penggunaan batu bara masih jadi fokus sehingga gagasan bahwa batu bara akan menjadi aset terdampar, tampaknya tidak masuk akal untuk negara-negara itu.”

Menurut penulis laporan, sebagian klaim itu benar.

“Pemerintah Indonesia memang mengatakan bahwa negara-negara akan cenderung masih menggunakan batu bara sebagai sumber energi lokalnya. Saya tidak menerima bahwa ini sama dengan mengatakan tidak akan menutup pembangkit batubaranya sampai energi variabel dari energi terbarukan dapat disimpan dengan baik.

Itu agak mirip, tetapi tidak sama.”

Pemerintah Indonesia belum mengonfirmasi bocoran dokumen tersebut dan belum memberikan tanggapan.

Kumpulan “laporan penilaian” itu dibuat setiap enam hingga tujuh tahun sekali oleh IPCC. Ini adalah badan PBB yang bertugas mengkaji perubahan iklim dari sudut keilmuan.

Komentar