10 Desember Sebagai Hari Janji Palsu Pemerintah Indonesia Terhadap OAP

Jurnalpatrolinews – Jayapura : Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan seperangkat hak yang melekat pada setiap orang yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh semua manusia di bumi demi menjaga kehormatan, harkat dan martabat sesorang. Oleh karena demikian, sebagai bentuk pengakuan terhadap HAM, setiap 10 Desember diperingati sebagai hari HAM Se-Dunia semenjak Tahun 1950-2019. Dan akan kembali dirayakan pada 10 Desember 2020 mendatang.

Di Indonesia (Sabang-Ambonia) dan Seluruh Dunia , Tanggal 10 Desember merupakan hari Hak Asasi Manusia (HAM) Se-Dunia tetapi tidak untuk Orang Asli Papua (OAP). Tanggal 10 Desember bagi OAP merupakan tanggal memperingati hari Janji Palsu Pemerintah Indonesia terhadap OAP dalam menangani kasus pelanggaran HAM.

Janji palsu Pemerintah Indonesia terhadap OAP pada masa kepemiminan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dimulai sejak “Jokowi berkomitmen (Janji) saat Perayaan Natal Nasional, pada Tahun 2014 di lapangan Mandala, Jayapura, Papua untuk segera mengadili mereka yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan empat OAP oleh Aparat Keamanan Negara (TNI/POLRI) di Kota Enarotali, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua” (Bdk. Amnesty Internasonal-Indonesia 2018: hal 6).

Kasus Paniai merupakan bukan kasus yang baru bagi OAP, sebab semenjak Presiden Sokerano mengumandangkan Trikomando Rakyat di Alun-Alun Utara Yogyakarta, pada 19 Desember 1961 atau 18 hari sebelum atribut Negara bangsa Papua Barat Barat (sebutan untuk provinsi Papua & Papua Barat) di manifestokan. OAP dikagetkan oleh invansi militer yang melakukan operasi besar-besaran yang juga menumpas OAP yang Pro Papua Merdeka pada saat itu.

Sejak operasi militer dilakukan sejak itu pula pelanggaran HAM besar-besaran mulai dilakukan oleh Pemerintah Indonesia lewat sayap Militernya. Mirisnya, investigasi terkait pembunuhan OAP diluar hukum oleh Aparat Keamanan jarang dilakukan oleh Pemerintah melalui instansi terkait (Jaksa Agung).

Dalam catatan Amnesty Internasional-Indonesia, ada 69 kasus dugaan pembunuhan diluar hukum oleh pasukan keamanan di Papua antara Januari 2010-Februari 2018 dengan memakan 95 Korban Jiwa. Sebagian besar korban, 85 dari mereka merupakan warga etnis Papua (OAP). Dari 69 insiden yang didokumentasikan dalam catatan tersebut, tidak satu kasus pun yang diproses lewat suatu investigasi kriminal dan institusi independen dari lembaga yang anggotanya diduga melakukan pembunuhan.

Dirujuk dari studi kasus semacam ini, Rakyat Papua Barat dipastikan akan semakin yakin bahwa, impunitas (kekebalan) hukum bagi aparat keamanan yang melakukan pelanggaran HAM terhadap OAP di Negara Indonesai masih dipelihara oleh institusi yang berwajib. sehingga harapan hidup dengan aman, tentram dan damai di Pangkuan Ibu Pertiwi tidak terasa hingga ke seluruh teritori Papua Barat. Seiring dengan kehilangan kepercayaan terhadap Pemerintah Indonesia terutama aparat keamanan yang sering digembar-gemborkan sebagai penjaga Kamtibmas.

Janji masih menumupuk, penyelesaian kasus pelanggaran HAM masih berjalan ditempat dan kasusnya makin masif dilakukan oleh aparat keamanan di tiap pelosok Negeri Papua Barat. Hal ini merupakan tanda-tanda pembangkangan menuju pemusanahan etnis OAP yang semakin berlanjut seiring berjalannya waktu. Bagaimana tidak, sedangkan di pengujung tahun 2020 terdapat dugaan penembakan (versi Aparat Keamanan) terhadap dua pelajar di Siank, Kabupaten Puncak, oleh Orang Tak Dikenal (OTK). “memang benar ada laporan dua pelajar menjadi korban penembakan OTK pada hari jumat, (20 November) di Sinak, salah seorang diantaranya meninggal dunia (Atanius Murib) sedangkan salah satunya dalam keadaan kritis (Amanus Murib)” (Paulus Waterpauw kepada antara di jayapura, Sabtu 21 November 2020).

Perlu digaris bawahi bahwa apabila yang diperdebatkan ialah siapa pelakunya, maka yang berkuasa akan selalu menang dan akan selalu mengkambing hitamkan siapa yang dikuasainya (lawannya) sementara belum ada hasil investigasi yang menyatakan bahwa si A sebagai pelaku. Sebab kata Rocky Gerung “yang punya peralatan lengkap ialah Dia (Pemerintah) yang sedang berkuasa. intelejen dia punya, data statistik dia punya, dan media dia punya”. Sejalan dengan ini , Kapen Kogabwilhan III Kol CZI I. G.N, Suriastawa mengatakan bahwa “KKB yang menjadi pelaku penembakan terhadap warga sipil di Sinak”.

Hal paling penting ialah bukan siapa pelaku pelanggaran HAM pada saat ini. Tetapi, Siapa, Mengapa, Bagaimana peristiwa tersebut terjadi hari merupakan pertanyaan dasar untuk mengetahui penyebab kasus pelanggaran HAM terhadap OAP yang berlanjut hingga saat ini.

Semua pihak harusnya kembali duduk dan berbicara menyangkut sebab akibat kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua Barat. Dan yang paling penting lagi ialah mencari solusi utntuk menggenapi janji palsu yang sempat dilontarkan oleh Pemerintah terhadap OAP agar tidak terkesan OAP merayakan 10 desember sebagai Hari Janji Palsu Pemerintah Terhadap OAP.  (Oleh: Otmar Ningdana – suarameepago)

Komentar