Akses Aborsi Jadi Tantangan, Tetangga RI Pening, ‘Resesi Seks’ Ancam Ekonomi

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Thailand kini menghadapi masalah dengan populasinya. Penurunan angka kelahiran terjadi seiring dengan banyaknya warga yang mulai menua.

Tren demografis Thailand saat ini jauh berbeda dari tahun 1960-an hingga 1970-an. Ketika sebagian besar keluarga memiliki rata-rata tujuh anak dan tingkat kesuburan mencapai 6,1.

Tingkat kesuburan di 2020 adalah 1,24, lebih rendah dari tingkat penggantian populasi sekitar 1,6. Hal ini diyakini karena banyak pasangan muda yang tak mau memiliki anak.

Mengutip Strait Times, sebenarnya, ini akibat keengganan pasangan muda memiliki anak. Padahal pemerintah Thailand telah mencoba sejumlah cara untuk meningkatkan kelahiran bayi.

Penggunaan insentif keuangan, tunjangan anak, serta membuka lebih banyak klinik perawatan kesuburan digencarkan di seluruh negeri. Influencer media sosial juga dipakai untuk mendorong pasangan muda memiliki anak tapi rencana itu tidak berjalan.

“Tidak semua orang dapat memahami jenis kehidupan yang dimiliki oleh para pemberi pengaruh ini,” kata Direktur Biro Kesehatan Reproduksi setempat Bunyarit Sukrat, dikutip Rabu (30/11/2022).

Salah satu tantangan lainnya adalah akses ke aborsi yang makin mudah. Belum kontrasepsi yang murah karena perubahan hukum berdampak ke kelahiran.

“Penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom, pil, dan susuk juga meningkat,” kata Bunyarit lagi.

Tingkat kesuburan yang rendah diyakini dapat berdampak buruk terhadap ekonomi negeri itu. Apalagi Thailand adalah negara berpenghasilan menengah yang bergantung populasi.

Komentar