Al-Qur’an Melawan Pemberontak Terhadap Pemerintah Sah

[Spiritul Muhafazdotul ahkām bilād bagi TNI-POLRI]

 

JurnalpatroliNews – POLRI memang bukan lembaga suci, apalagi merasa suci. Dengan segala kesahajaannya, POLRI bersama TNI telah bahu membahu andil dalam perang revolusi kemerdekaan Indonesia, dan hingga saat ini ditugaskan negara untuk menjaga supremasi hukum.

Ketika ada sekelompok orang atau ORMAS melawan hukum dengan menggunakan senjata, maka kelompok seperti ini bukan lagi sebagai kriminal biasa. Tapi telah menjadi pemberontak (bughot) yang wajib ditumpas. Di samping legal secara undang-undang negara, al-Qur’an pun menegaskan bahwa bughot (pemberontak) itu wajib diperangi:

وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ

“Dan jika ada dua golongan mukmin bersengketa, maka damaikanlah diantara mereka. Namun jika salah satunya memberontak terhadap kelompok lainnya, maka perangilah pemberontak tersebut sehingga kembali kepada perintah Alloh (perintah untuk taat kepada pemerintahan yang sah).” [Al-Hujurat: 9]

Ayat di atas menurut Imam al-Mawardi dalam Al-Ahkā Al-Sulthāniyyah ialah:

وَفِي قَوْلِهِ: {فَإِنْ بَغَتْ إحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى} وَجْهَانِ: أَحَدُهُمَا: بَغَتْ بِالتَّعَدِّي فِي الْقِتَالِ. وَالثَّانِي: بَغَتْ بِالْعُدُولِ عَنِ الصُّلْحِ.

“Ada dua bentuk pemberontakan/makar/bughot pada ayat di atas:
1. Memberontak dengan melakukan pelanggaran dengan menghasut perang (pemberontak dg posisi bersenjata).
2. Pemberontak yang lepas tidak mau hidup berdamai (semacam menghasut/memprovokasi masyarakat dengan merusak kondusifitas sosial).”

Haram mempersenjatai diri untuk mencelakai orang-orang beriman. Termasuk mempersenjatai diri untuk mencelakai para petugas negara dari sebuah negara sah milik mayoritas kaum Muslimin. Sebagaimana sabda Nabi Saw:

مَن حَملَ علَينا السِّلاحَ فلَيسَ منَّا
“Barangsiapa yang membawa senjata untuk mencelakai kami (umat nabi Muhamad, pemerintahan kaum Muslimin), maka orang tersebut bukanlah bagian dari golongan kami.” (Hadits riwayat Muslim dan Ibnu Majah).

Sehingga pemberontak yang terbunuh akibat pemberontakannya terhadap suatu pemerintahan yang sah, sulitlah diduga sebagai kematian syahid. Sebab syahid adalah kematian jihad fi sabilillah, yang makna fī sabīlillāh secara syari’at ialah: Meninggikan agama Allah.

Adalah irasional dianggap mati syahid berupa kamatian akibat perbuatan yang berusaha mencelakai petugas dari sebuah negara milik kaum Muslimin.

Jangan gegabah melakukan cocoklogi menggunakan ayat qishas untuk membela-bela kematian para bughat, juga untuk menyalah-nyalahkan petugas negara yang melawan para bughot (pemberontak), dengan ayat 93 surat an-Nisa:

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا (93)
“Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin secara disengaja, maka hukumannya ialah neraka jahanam dengan abadi di dalamnya. Allah murka, melaknat dan menyediakan azab yang dahsyat.”

Ayat di atas (An-Nisa: 93) bukan porsinya untuk membenarkan kematian pemberontak, dan juga bukan porsinya untuk menyalahkan petugas negara yang melawan pemberontakan.

Ayat al-Qur’an yang bicara tentang bagaimana kewajiban negara melawan pemberontakan ialah ayat di awal tadi, yaitu surat al-Hujurat ayat: 9.

والله أعلم بالصواب

Semoga Indonesia 🇮🇩 selalu damai, dijauhkan dari berbagai tipu muslihat, pemberontakan yang bertopeng agama, dan agar semuanya ada dalam hidayah dan ridha Allah Swt…

Salam damai bagi bangsaku…
BRAVO TNI-POLRI

Oleh : Ii Ruhimat (Ii)

Komentar