Bertubi-tubi Dijegal Dunia, Ada Apa dengan Kebijakan Jokowi, Simak Ulasannya..!

Hal tersebut seperti apa yang sudah dilakukan bangsa Eropa, seperti Inggris misalnya yang pada abad ke-16 telah memulai industrialisasi di sektor tekstil. Lalu ada Amerika Serikat (AS) yang mempunyai kebijakan pengenaan tarif impor sebesar 40% pada tahun 1930 untuk membangun industri dalam negeri.

Berikutnya, China yang pada 1980-an menetapkan kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada produknya harus mencapai 80%. Kemudian, ada Finlandia yang pada 1986 menerapkan kebijakan untuk investor asing tidak boleh memiliki saham lebih dari 20%.

“Ini sejarah. Apakah Indonesia gak boleh ikuti jejak mereka? Apakah harus ikuti gaya IMF yang menurut saya tidak pantas untuk kita mendengar sebagian, sebagian bagus dia memuji-muji kita, yang gak bagus gak setuju,” katanya.

Begitu pun dari sisi manfaat. Alih-alih merugikan, Bahlil menyebut, kebijakan hilirisasi justru berdampak positif bagi perekonomian RI. Kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor nikel yang sudah dilakukan pemerintah sejak 2020 lalu telah berhasil menguntungkan hingga US$ 30 miliar atau setara Rp 450 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$).

“Hilirisasi nikel, ekspor nikel kita 2017-2018 hanya US$ 3,3 miliar, begitu stop ekspor, hilirisasi pada 2022 hampir US$ 30 miliar, naik sepuluh kali lipat,” ucapnya.

Dari sisi neraca perdagangan juga terjadi perbaikan dengan 25 bulan berturut-turut Indonesia selalu mengalami surplus. Khususnya dengan China yang merupakan mitra dagang utama Indonesia, terjadi perbaikan neraca perdagangan. Pada 2018, neraca dagang RI dengan China defisit sebesar US$ 18,4 miliar.

Namun seiring dengan penerapan hilirisasi, defisit neraca perdagangan RI dengan China turun menjadi US$ 1,6 miliar pada 2022, bahkan menjadi surplus sebesar US$ 1,2 miliar pada kuartal I-2023.

“Ini akibat hilirisasi dan mendorong ekspor kita tidak lagi berbentuk komoditas mentah, tapi berbentuk setengah jadi dan barang jadi,” tutur Bahlil.

Kementerian Investasi mencatat, sejak diberlakukan kebijakan hilirisasi, pertumbuhan penciptaan tenaga kerja rata-rata pada sektor hilirisasi tiap tahun mencapai angka 26,9% dalam empat tahun terakhir.

Begitu juga dari sisi pendapatan negara, ikut mencapai target di dua tahun terakhir. Pada 2021, pendapatan negara mencapai Rp 2.003,1 triliun atau 114,9% dari target, dan di 2022 mencapai Rp 2.626,4 triliun atau 115,9% dari target.

“Jadi IMF, jangan dia ngomongnya ngawur-ngawur begitu,” kata Bahlil lagi.

Kendati demikian, Bahlil mengakui, dalam konteks penerimaan negara untuk pajak ekspor komoditas memang terjadi pengurangan sejak kebijakan larangan ekspor diterapkan.

Namun, ketika hilirisasi dilakukan, pemerintah mengantongi penambahan pendapatan dari sisi pajak penghasilan (PPh) badan, pajak pertambahan nilai (PPN), serta PPh pasal 21 dari tenaga kerja. Serta, meningkatnya lapangan pekerjaan.

Komentar