Penulis : Eko Prasetyo. SH, MM
Dokumen Cakrawala 19 mengklaim bahwa Bakamla memiliki kewenangan utama dalam pengawasan dan penegakan hukum di laut Indonesia. Namun, setelah diteliti lebih lanjut dan dibandingkan dengan Undang-Undang terbaru, klaim tersebut bertentangan dengan realitas hukum yang berlaku.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 66 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pengawasan dan penegakan hukum dalam pelayaran berada di bawah kewenangan Menteri Perhubungan melalui KPLP, bukan Bakamla. Oleh karena itu, apa yang disampaikan dalam Cakrawala 19 dapat dikatakan sebagai ilusi atau hayalan semata.
Kewenangan KPLP Menurut UU 66/2024
Pasal 276-281 UU No. 66/2024 secara tegas menyatakan bahwa pengawasan dan penegakan hukum dalam pelayaran merupakan tugas Menteri Perhubungan melalui KPLP. Kewenangan ini mencakup:
- Pengawasan atas keselamatan dan keamanan pelayaran (Pasal 277 huruf a).
- Pengawasan terhadap angkutan di perairan (Pasal 277 huruf b).
- Pengawasan terhadap kepelabuhanan dan terminal khusus (Pasal 277 huruf c).
- Penegakan hukum terhadap pencemaran laut dan eksplorasi ilegal (Pasal 277 huruf d & e).
- Mendukung operasi pencarian dan pertolongan jiwa di laut (Pasal 277 huruf f).
- Mendukung penegakan hukum di laut oleh instansi berwenang (Pasal 277 huruf g).
Dengan demikian, KPLP merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan penuh dalam hal keselamatan dan keamanan pelayaran. Bakamla, yang berlandaskan UU No. 32/2014 tentang Kelautan, berada di bawah kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan, yang secara struktural tidak mengatur pelayaran dan kepelabuhanan.
Prinsip Hukum: Lex Posterior Derogat Legi Priori
Dalam prinsip hukum, terdapat asas Lex Posterior Derogat Legi Priori, yang berarti hukum yang lebih baru menggantikan hukum yang lama jika terjadi pertentangan. Dalam konteks ini:
- UU No. 66/2024 lebih baru dibandingkan UU No. 32/2014 tentang Kelautan.
- UU No. 66/2024 secara eksplisit menetapkan bahwa KPLP yang berwenang dalam pengawasan pelayaran.
- Dengan demikian, segala klaim dalam Cakrawala 19 yang masih mengacu pada UU No. 32/2014 menjadi tidak relevan dan tidak dapat dijadikan landasan hukum.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis hukum yang telah disampaikan, jelas bahwa dokumen Cakrawala 19 hanya membangun ilusi atau hayalan tentang peran Bakamla dalam pengawasan pelayaran. Kenyataannya, dengan adanya UU No. 66/2024, kewenangan dalam pengawasan dan penegakan hukum pelayaran sepenuhnya berada di bawah Menteri Perhubungan melalui KPLP.
Oleh karena itu, segala klaim dalam Cakrawala 19 yang bertentangan dengan UU No. 66/2024 tidak memiliki dasar hukum yang valid dan hanya menciptakan kebingungan dalam struktur penegakan hukum maritim di Indonesia.
Komentar