Catatan Akhir Tahun 2022 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat

JurnalPatroliNews – Jakarta,- TAHUN 2022 ditutup dengan perkembangan yang kurang menggembirakan bagi komunitas pers dan masyarakat sipil di Indonesia. DPR akhirnya mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Upaya dekolonisasi pun melahirkan fakta rekolonisasi.

Upaya DPR memperbarui KUHP lama awalnya disambut hangat berbagai kalangan. KUHP warisan Belanda yang otoriter dan tidak demokratis memang perlu dirombak. Perombakan itu, katakanlah, merupakan upaya bersama untuk melakukan dekolonialisasi atas hukum pidana di Indonesia.

KUHP yang baru disahkan DPR itu ternyata, justru memperkuat kembali pasal-pasal otoriter dan anti demokrasi dalam KUHP lama. Padahal sebagian dari pasal-pasal otoriter dan anti demokrasi itu sesungguhnya sudah berhasil dijinakkan melalui serangkaian proses amandemen yang didorong kelompok demokrasi selama era reformasi pasca-1998. Pasal-pasal otoriter dan anti demokrasi itu ibarat tumor jinak yang kembali ganas mengancam kesehatan demokrasi dan keselamatan kita semua.

Tengah ditunggu apakah Presiden kelak akan menandatangani KUHP baru tersebut atau tidak. Namun, tanpa tanda tangan Presiden pun, KUHP baru itu akan tetap berlaku. Dan, PWI Pusat menyayangkan KUHP baru itu disahkan tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat sipil dan pers.

Masyarakat sipil dan pers benar diundang untuk memberikan masukan dan kritik. Namun partisipasi masyarakat dalam hal ini hanya formalitas. Hanya menjadi legitimasi bagi DPR dan Pemerintah untuk mengesahkan KUHP tersebut. Faktanya, keberatan dan kritik masyarakat tidak benar-benar didengarkan dan digunakan untuk memperbaiki RKUHP.

KUHP baru jelas telah mengesampingkan pelembagaan kemerdekaan pers dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Terdapat banyak pasal KUHP baru yang berpotensi mengkriminalisasi wartawan dan mengancam kemerdekaan pers.

Lebih dari itu, PWI melihat KUHP baru memberi ancaman terhadap demokrasi, kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, dan berkeyakinan, serta upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Berikut pasal-pasal bermasalah dalam KUHP baru:

  1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
  2. Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
  3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah.
  4. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
  5. Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
  6. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
  7. Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
  8. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
  9. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
  10. Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
  11. Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

Diperlukan telaah mendalam atas pasal-pasal bermasalah tersebut, sekaligus merumuskan langkah-langkah yang diperlukan untuk mempermasalahkannya. PWI Pusat akan bekerja-sama dengan kalangan masyarakat sipil dan perguruan tinggi untuk penyikapan lebih lanjut.

Komentar