JurnalPatroliNews – Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI, Junico Siahaan, mendorong India dan Pakistan segera menghentikan konflik bersenjata yang telah menelan puluhan korban jiwa, termasuk anak-anak. Ia menyerukan dihentikannya seluruh aksi militer demi meredakan krisis kemanusiaan yang terus memburuk, khususnya di kawasan Kashmir dan wilayah terdampak lain di kedua negara.
“Kami meminta agar semua bentuk kekerasan segera dihentikan. Situasi ini sudah sangat mengkhawatirkan dan memperparah penderitaan masyarakat sipil,” ujar Nico Siahaan, sapaan akrabnya, dalam pernyataan resmi pada Senin (12/5/2025).
Nico menyambut positif kesepakatan gencatan senjata yang akhirnya dicapai antara New Delhi dan Islamabad setelah serangkaian bentrokan mematikan. Namun, ia menegaskan bahwa komitmen tersebut harus benar-benar dijalankan tanpa pengecualian.
“Gencatan senjata ini harus dipegang teguh oleh kedua belah pihak. Jangan sampai janji damai ini kembali ternoda oleh letupan senjata dan ledakan seperti sebelumnya,” tegas politisi dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Ia juga mengajak India dan Pakistan untuk kembali duduk bersama melalui dialog damai, yang mengutamakan prinsip kesetaraan dan saling menghormati dalam menyelesaikan persoalan yang telah membara selama puluhan tahun, khususnya terkait sengketa Kashmir.
“Sudah saatnya kedua negara menghormati hukum internasional dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Penyelesaian harus melalui diplomasi, bukan dengan kekuatan militer,” tambah Nico.
Ketegangan terbaru antara dua negara bersenjata nuklir ini bermula dari serangan rudal yang dilancarkan India ke wilayah Pakistan pada Rabu, 7 Mei 2025. Serangan tersebut disebut sebagai respons atas tuduhan bahwa Islamabad mendukung aksi teror terhadap wisatawan di Kashmir—tuduhan yang langsung dibantah oleh Pakistan, yang kemudian mengancam akan membalas.
Situasi semakin genting ketika India menghentikan aliran air ke Pakistan dari bendungan Baglihar di Sungai Chenab, dan mengancam akan membatasi suplai air dari proyek Kishanganga di Sungai Jhelum. Tindakan ini dinilai sangat mengancam kehidupan ratusan juta warga Pakistan yang menggantungkan hidup pada pasokan air tersebut.
Komentar