Ia menilai hukuman berupa demosi selama tiga tahun dan penempatan khusus selama 30 hari yang dijatuhkan kepada Briptu AR tidak mencerminkan keadilan bagi masyarakat, khususnya keluarga korban.
“Kita harus memastikan hukuman yang diberikan benar-benar adil. Jika terbukti bersalah, pelaku seharusnya dipecat secara tidak hormat dan diproses secara pidana, bukan hanya sekadar sanksi demosi,” tegasnya.
Desakan Masyarakat dan PMKRI
Desakan untuk mencopot Kapolda Kalbar juga datang dari Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Pontianak, Mikhael Tae. Ia menilai proses hukum terhadap kasus penembakan Agustino masih jauh dari prinsip transparansi dan keadilan.
Menurutnya, berdasarkan keterangan keluarga korban dan kuasa hukumnya, terdapat banyak kejanggalan dalam proses penanganan kasus ini. Atas dasar itu, PMKRI mengajukan lima tuntutan, yaitu:
- Kapolda Kalbar harus bertanggung jawab atas kegagalan dalam menegakkan hukum dan segera memastikan transparansi dalam kasus ini.
- Publikasi hasil penyelidikan secara transparan agar masyarakat mengetahui perkembangan kasus.
- Proses hukum yang adil bagi pelaku tanpa intervensi atau perlindungan dari institusi kepolisian.
- Dukungan terhadap keluarga korban, baik dalam aspek hukum maupun pemulihan sosial.
- Komitmen kepolisian dan pemerintah dalam mencegah tindakan represif aparat serta menjamin keamanan dan hak-hak sipil.
Dengan meningkatnya tekanan dari berbagai pihak, DPR dan masyarakat berharap agar kasus ini segera ditangani secara adil dan tidak ada lagi upaya untuk melindungi pelaku yang bersalah.
Komentar