Dr. Ir. Justiani Liem: Zaken Kabinet Prabowo, Langkah Jitu Menyongsong Jaman

JurnalPatroliNews – Jakarta – Presiden terpilih Prabowo Subianto telah mengumumkan rencananya untuk membentuk zaken kabinet, sebuah pemerintahan yang terdiri dari para profesional non-partisan. Langkah ini mengejutkan banyak pihak, terutama dengan munculnya nama-nama yang belum dikenal luas namun memiliki reputasi di bidangnya.

Zaken kabinet diharapkan mampu meningkatkan efisiensi pemerintahan, karena anggotanya dipilih berdasarkan kompetensi dan keahlian, bukan afiliasi politik.

Untuk menggali lebih dalam mengenai konsep pokok- pokok pikiran yang strategis ini, Tim Redaksi JurnalPatroliNews melakukan Wawancara Eksklusif dengan Dr. Ir. Justiani Liem, Direktur Eksekutif GeMOI Centre, seorang pakar politik dan pemerintahan. Untuk itu tim redaksi mendatangi rumah kediaman di Jalan, Jati Padang Utara 9A, Jakarta Selatan, Minggu, (22/09/2024).

Berikut petikan wawancaranya:

JP: Apa yang mendasari pembentukan zaken kabinet di era Prabowo Subianto ini?

Dr. Justiani Liem: Zaken kabinet adalah wujud dari kebutuhan pemerintahan modern yang menuntut efisiensi tinggi dan keputusan berbasis data. Dengan memilih anggota kabinet berdasarkan keahlian, pemerintah dapat mengelola negara lebih efektif dan memberi ruang fleksibilitas yang diperlukan untuk menavigasi perubahan global, terutama dalam bidang ekonomi dan teknologi. Prabowo ingin menghadirkan kepemimpinan yang fokus pada hasil dan kompetensi, bukan sekadar memperkuat dukungan politik.

JP: Anda kerap mengatakan bahwa kepentingan rakyat harus menjadi harga mati. Bisa dijelaskan lebih lanjut apa yang Anda maksud?

Dr. Justiani Liem: Tentu. Dalam konteks pembangunan, saya selalu menekankan bahwa kepentingan rakyat harus ditempatkan sejajar dengan adagium “NKRI harga mati.” Namun, sering kali yang terjadi adalah ungkapan tersebut hanya menjadi retorika kosong. Rakyat justru menjadi korban dari kebijakan yang dibuat tanpa memperhatikan kepentingan mereka secara langsung. Siapapun yang memerintah, harus memahami bahwa kedaulatan rakyat adalah harga mati. Kepentingan masyarakat, terutama di desa-desa, harus menjadi prioritas. Pemerintah harus hadir untuk melayani, menciptakan kondisi yang memungkinkan rakyat hidup lebih damai, aman, dan sejahtera.

JP: Sejauh mana pentingnya komunikasi dialogal dalam pemerintahan. Apa yang menjadi hambatan utama dalam mewujudkan komunikasi dua arah antara pemerintah dan rakyat?

Dr. Justiani Liem: Salah satu hambatan terbesar adalah warisan pemerintahan kolonial yang strukturnya masih dipertahankan hingga kini. Struktur yang tumpang tindih menyebabkan obesitas birokrasi, sehingga program-program sering kali terkotak-kotak dan tidak saling terkait. Idealnya, pemerintah perlu menata ulang struktur pemerintahan agar memungkinkan adanya komunikasi dua arah yang lebih baik. Dengan demikian, pemerintah dapat menjadi fasilitator dan dinamisator yang mengedepankan kepentingan rakyat.

JP: Dalam konteks revolusi telematika dan globalisasi, apa tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah saat ini?

Dr. Justiani Liem: Revolusi telematika membawa perubahan besar dalam tatanan sosial, ekonomi, dan politik dunia. Pemerintah dihadapkan pada pilihan “Take it or Die.” Jika tidak segera beradaptasi, pemerintah bisa kehilangan relevansi. Untuk bertahan, pemerintah harus beralih dari model birokrasi tradisional yang mahal menuju manajemen layanan publik yang lebih efisien. Globalisasi menuntut kita untuk berpikir “out-of-the-box,” menata ulang konsep pemerintahan yang berfokus pada pelayanan masyarakat berbasis teknologi.

JP: Apakah Anda melihat ada peluang besar bagi Indonesia di tengah dinamika global ini?

Dr. Justiani Liem: Ada peluang besar, namun kita harus segera berbenah. Indonesia harus memanfaatkan teknologi dan transformasi digital untuk menciptakan sistem pemerintahan yang lebih transparan, adil, dan efisien. Desa sebagai unit terkecil pemerintahan harus menjadi pusat perhatian karena hanya desa yang benar-benar memiliki rakyat. Dalam konteks ekonomi sirkular dan digital, desa dapat memainkan peran penting dalam memastikan pemerataan kesejahteraan, dengan rakyat sebagai pusat dari semua kebijakan.

JP: Anda menyebutkan bahwa revolusi telematika mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Bisakah Anda jelaskan lebih lanjut bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sosial dan ekonomi?

Dr. Justiani Liem: Revolusi telematika membawa perubahan besar yang kami sebut sebagai silence revolution. Dampaknya luar biasa, mengaburkan batas antara bisnis, media, dan pendidikan. Teknologi telah memaksa kita meredefinisi cara kita berdagang, berinvestasi, hingga bagaimana kita bekerja dan berinteraksi sebagai masyarakat.

JP: Anda menyebut konsep “Take It or Die” dalam konteks pemerintah. Apa maksud dari ungkapan tersebut?

Dr. Justiani Liem: Pada dasarnya, globalisasi dan revolusi telematika adalah keniscayaan. Pemerintah dihadapkan pada pilihan sulit: mengikuti perkembangan zaman atau menghadapi kehancuran. Pemerintah yang tidak beradaptasi dengan model baru, yang lebih efisien dan transparan, akan tertinggal dan kehilangan relevansinya.

JP: Bagaimana dengan dampak revolusi ini terhadap pemerintahan di Indonesia?

Dr. Justiani Liem: Pemerintah Indonesia harus segera beralih dari birokrasi yang lamban ke manajemen pelayanan publik. Teknologi ini memaksa efisiensi dan transparansi, dan bila tidak diikuti, bukan tidak mungkin kita akan menghadapi “kematian pemerintahan.” Peran pemerintah harus direvisi, beralih menjadi pelayan rakyat secara langsung, bukan hanya regulator.

JP: Anda juga berbicara tentang peran desa dalam tatanan negara. Mengapa desa begitu penting?

Dr. Justiani Liem: Desa adalah jantung dari negara. Di sinilah masyarakat benar-benar hidup. Dalam tatanan baru yang saya bayangkan, desa menjadi pusat ekonomi dan sosial. Desa harus diberdayakan melalui teknologi telematika yang independen, membentuk masyarakat yang mandiri dan sejahtera.

JP: Sebagai penutup wawancara ini, apa harapan Anda ke depan untuk Indonesia dalam menghadapi revolusi telematika ini?

Dr. Justiani Liem: Saya berharap kita bisa memanfaatkan teknologi ini untuk menciptakan pemerintahan yang lebih transparan dan masyarakat yang lebih sejahtera. Jika tidak segera beradaptasi, kita bisa kehilangan kesempatan besar ini, bahkan bisa terancam oleh gelombang globalisasi yang semakin kuat.

Komentar