Ini Alasan RI Kecanduan Impor Produk Olahan Telur, Ada Biang Keroknya…?

Adapun alasan kenapa sampai dengan hari ini rencana pembangunan pabrik tepung telur masih belum terealisasi karena, menurutnya, harga telur di dalam negeri yang masih mahal dan fluktuatif, jadi ketika harga telur sedang tinggi, mesin pengolah dari produk tersebut bisa saja berhenti beroperasi karena tidak adanya bahan baku yang bisa diolah. “Masih fluktuatif. Jadi memang karena masih belum stabil ya. Artinya, pada saat tertentu harganya mahal, seperti kemarin harganya sampai Rp25.000 per kg, tapi pada saat tertentu sampai Rp15.000 per kg. Begitu telur mahal, mesin itu pasti berhenti,” tuturnya.

Untuk itu, Pardjuni mengatakan, agar produksi tepung telur nantinya bisa tetap eksis, telur yang memang mahal itu bisa diganti dengan telur breeding, untuk mengganti bahan baku utamanya sehingga dapat mengurangi jumlah impor dengan memaksimalkan yang ada di dalam negeri. “Kalau mau eksis terus, memang telur ini harus diambilkan dari telur yang murah. Mungkin, dia ngambil dari telur breeding yang saat itu mungkin gak laku dia buang telurnya itu, dari pada ke masyarakat ya dia harus diolah sendiri,” ujarnya.

Sementara itu, harga telur yang fluktuatif tak terlepas dari populasi ayam petelurnya itu sendiri. Pardjuni mengatakan, naik turunnya populasi juga disebabkan oleh adanya seleksi alam. “Memang ini berkaitan dengan populasi di masyarakat, di peternak ini pasti pada saat harga di Rp15.000 populasinya sangat tinggi. Nah pada saat harga kemarin di Rp25.000 itu memang populasinya menurun, karena memang seleksi alam,” terangnya.

Komentar