Jokowi Absen di Gelar Perkara Ijazah, Buni Yani: Ini Tindakan Pengecut

JurnalPatroliNews – Jakarta – Ketidakhadiran Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, dalam gelar perkara khusus dugaan ijazah palsu yang digelar Bareskrim Polri menuai kritik keras. Salah satunya datang dari peneliti media dan politik, Buni Yani, yang menyebut absennya Jokowi membuat gelar perkara kehilangan makna.

Dalam keterangannya pada Kamis, 10 Juli 2025, Buni Yani menilai ketidakhadiran Jokowi mencerminkan ketidaksiapan sang mantan kepala negara menghadapi persoalan yang menyeret namanya.

“Tanpa kehadiran Jokowi, gelar perkara kemarin tak ada nilainya. Ini seolah menunjukkan ketidakberanian beliau menghadapi tuduhan terhadap dirinya,” ujar Buni dengan nada tajam.

Bahkan, ia melontarkan tudingan lebih keras. “Orang yang enggan menghadapi tuduhan secara langsung bisa disebut pengecut,” ucapnya lugas.

Gelar perkara khusus itu sendiri digelar atas permintaan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Awalnya dijadwalkan pada Kamis, 3 Juli 2025, namun pelaksanaannya baru terealisasi pada Rabu, 9 Juli 2025.

Kasus dugaan ijazah palsu yang melibatkan nama Jokowi ini telah menghasilkan enam laporan polisi yang saat ini ditangani oleh Polda Metro Jaya. Salah satu laporan justru berasal dari Jokowi sendiri, yang menuding pihak-pihak tertentu telah mencemarkan nama baiknya melalui tuduhan tak berdasar.

Dalam laporan baliknya, Jokowi menggandeng sejumlah pasal, mulai dari Pasal 310 dan 311 KUHP hingga Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 51 ayat 1 UU ITE, dengan tuduhan pencemaran nama baik dan penyebaran hoaks.

Sebagai pendukung laporannya, tim hukum Jokowi menyerahkan berbagai bukti kepada penyidik, termasuk flashdisk berisi 24 tautan video dari YouTube dan platform X, serta salinan ijazah yang menjadi objek sengketa.

Sejumlah tokoh telah diperiksa terkait perkara ini, di antaranya Roy Suryo, dr. Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa, Michael Sinaga, hingga kader PSI, Dian Sandi.

Hingga kini, polemik terkait keaslian ijazah Jokowi masih menjadi sorotan publik. Namun ketidakhadirannya dalam forum gelar perkara kembali membuka ruang kritik terhadap transparansi dan keseriusan dalam menghadapi proses hukum.

Komentar